BANYUWANGI, beritalima.com – Subagio, pengacara WALHI Surabaya, menyebut bahwa pengibaran spanduk berlogo palu arit dalam demo tolak tambang di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, 4 April 2017 lalu bukanlah pelanggaran hukum. Karena, masyarakat dinilai tidak paham dengan gambar mirip lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut.
Dengan begitu, tindakan penyebaran ajaran Komunis yang digunakan Kepolisian dalam menjerat para demonstran, tidak memenuhi unsur.
“Coba sekarang begini, masyarakat umum kasih tahu gambar palu arit, mereka paham apa tidak itu, kan gak ada yang paham. Bagaimana itu mau dikatakan menyebarkan ajaran Komunis,” katanya saat mendampingi tersangka demo palu arit, Heri Budiawan alias Budi Pego, di Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, Senin (4/9/2017).
Dari situ, dia juga menyebut bahwa pertimbangan penahanan terhadap Budi Pego yang diputuskan Kejari Banyuwangi, tidak jelas. Terlebih sebelumnya, dimasa pemeriksaan hingga menetapkan sebagai tersangka, Kepolisian tidak pernah melakukan penahanan.
“Tuduhanya kan menyebarkan ajaran komunisme, bentuk menyebarkan ajaranya bagaimana?. Kalau misal orang membaca spanduk yang spanduk itu disiapkan oleh orang yang kita sendiri tidak tahu, siapa orang yang menyiapkan itu, kan namanya spanduk siluman itu,” ungkap Subagio.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi, H Nanang Nur Ahmadi, menyampaikan bahwa tindakan mengibarkan logo atau lambang organisasi terlarang, haram hukumnya di Indonesia. Dan sebagai Organisasi Massa (Ormas), seluruh keluarga besar Nahdliyin akan patuh pada aturan Pemerintah.
“Kita tidak berbicara sisi hukum, tapi kemunculan logo dan gambar mirip lambang PKI (Partai Komunis Indonesia) di Pesanggaran ini adalah indikasi bahaya laten,” katanya. (Abi)