JAKARTA, Beritalima.com– Agar Bangsa Indonesia tidak terbelah seperti empat tahun belakangan dan sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat tenang menjalankan roda Pemerintahan, tawaran rekonsiliasi Habib Rizieq Shihab (RHS) perlu direspon dengan positif dan bijak.
“Suka atau tidak, selama ini kerap terjadi gesekan kepentingan antara Pemerintahan Jokowi dengan HRS termasuk PA 212. Gesekan itu tampak semakin jelas dan menguat sejak kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,” ungkap pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Muhammad Jamiluddin Ritonga di Jakarta, Kamis (12/11) siang.
Dikatakan, meski Presiden Jokowi tidak terlibat dalam kasus ini, tetapi pihak HRS dan kawan-kawan menilai Jokowi berpihak kepada Ahok. Selain itu, HRS dan PA 212 juga menilai Jokowi tidak berpihak kepada Umat Islam. Hal ini membuat gesekan politik pada kedua pihak semakin menguat,” kata laki-laki yang akrab disapa Jamil tersebut.
Semua itu, lanjut Jamil, membuat HRS dan PA 212 melakukan demo besar-besaran secara bergelombang menentang Jokowi. “Jadi, gesekan politik kedua belah pihak memang nyata. Karena itu, tawaran rekonsiliasi HRS seharusnya disambut positif semua pihak agar bangsa ini tenang dalam melanjutkan pembangunan baik ekonomi maupun politik,” kata Jamil.
Bagaimana juga, jelas Jamil, massa pendukung HRS cukup besar. Lihat saja ketika aksi PA 212 jutaan manusia memedati silang Monas dan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika HRS kembali ke tanah air. Jutaan manusia sudah menunggu HRS di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (10/11).
Kalau rekonsiliasi dapat dilakukan, Jamil optimis tensi politik secara nasional dapat diturunkan. Hal ini diperlukan agar seluruh enirgi anak bangsa dapat diarahkan untuk menangani covid-19 dan dampak yng ditimbulkannya. “Harapannya, rekonsiliasi dapat dilaksanakan segera mungkin mengingat masalah bangsa yang terus bertambah dan kompleks. Semua ini perlu kesatuan semua anak bangsa untuk bersama-sama mengatasinya,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)