Riau, beritalima.com | Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengelola dan menyelesaikan Proyek GEF-5 (Global Environment Facility)-5 SMPEI (Sustainable Management of Peatland Ecosystems in Indonesia) pada bulan Desember 2022, dan saat ini, proyek SMPEI di Provinsi Riau berhasil merubah pola pikir masyarakat tentang pengelolaan lahan gambut, melalui tindakan partisipative dan inovative pengelolaan gambut untuk mengatasi masalah lingkungan, pengelolaan hidrologi dan mendukung upaya konservasi.
“Pelaksanaan kegiatan Proyek GEF-5 SMPEI bertujuan mempromosikan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan untuk kehidupan masyarakat, dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) akibat kebakaran gambut dengan menaikkan paras muka air tanah,” tulis Wamen LHK Alue Dohong dalam sambutannya yang dibacakan Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi dan Sumber Daya Alam Tasdiyanto dalam acara “High Level Dialogue Exit Project GEF 5 SMPEI, Scalling Up Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PPEG) di Propinsi Riau”, Selasa (13/06) di Pekanbaru, Riau.
Capaian Proyek GEF-5 SMPEI telah mampu mendukung implementasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut nasional terarusutamakan ke provinsi dan kabupaten kaitannya terhadap mitigasi potensi resiko kebakaran, reduksi potensi emisi karbon dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Capaian dan pembelajaran penting lainnya dari pelaksanaan Proyek GEF-5 SMPEI antara lain: Dalam kurun waktu 5 tahun (2017 – 2022), Proyek GEF-5 SMPEI telah menghasilkan legacy berkesesuaian dengan komitmen GEF, yaitu: (1) seluas 1 juta ha lahan gambut di Provinsi Riau terkelola dengan baik dan berkelanjutan, (2) setidaknya 8 juta ton termitigasi CO2e telah tercapai, (3) sebanyak minimal 10,000 orang penerima manfaat langsung dan 20,000 orang penerima manfaat tidak langsung (50% adalah wanita).
Beberapa capaian proyek SMPEI di Provinsi Riau diantaranya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan tanaman nanas madu dan pinang di Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan mendung ketahanan pangan (food security) yang sebagian besar arealnya adalah gambut. Dengan pembangunan sekat kanal, hampir tidak pernah lagi terjadi karhutla di area tersebut. Sehingga gambut terjaga dan ekonomi masyarakat tetap tumbuh dengan pendekatan multi-pihak.
“Dari pencapaian-pencapaiannya, sudah selayaknya diperluas dan dimonetisasi. Untuk itu, saya melihat Propinsi Riau dengan potensi ekosistem gambutnya yang luar biasa serta upaya-upaya secara konsisten yang selama ini dilaksanakan perlu ditindaklanjuti tahapan menyiapkan beragam kebijakan dan tindaklanjut pelaksanan untuk pembangunan ekonomi hijau” katanya.
Dijelaskan Tasdiyanto, konsep pembangunan ekonomi hijau untuk implementasi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut memerlukan identifikasi karakteristik permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Prinsip-prinsip pembangunan ekonomi hijau yang relevan dengan penanganan permasalahan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia, yaitu: Rendah emisi karbon; Rendah potensi kebakaran; Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; Produksi yang berkelanjutan; dan No deforestation.
“Saya mengharapkan adanya penyusunan strategi keberlanjutan, penguatan pelaksanaan eksisting pelaksanaan proyek perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut sebagai langkah awal kita bersama mengembangkan ekonomi hijau gambut, terutama di Propinsi Riau,” pungkas Tasdiyanto.
Mewakili Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sekretaris Ditjen PPKL Tulus Laksono menyampaikan ucapan terima kasih kepada GEF sebagai multinasional fund dan semua pihak yang terlibat dalam Proyek GEF 5 SMPEI atas kerjasama dan kontribusinya yang luar biasa. Keberhasilan proyek ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga ekosistem gambut serta memastikan keberlanjutan yang penting bagi generasi mendatang.
“KLHK berharap bahwa pencapaian Proyek GEF 5 SMPEI KLHK ini akan menjadi titik tonggak upaya berkelanjutan yang lebih luas dalam perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” ungkap Tulus.
Indonesia merupakan salah satu pemilik lahan gambut tropis terluas yang tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua yang berjumlah 865 Kesatuan Hidrologis Gambut dengan luas lebih dari 24 Juta Ha. Pengalaman panjang dalam pengelolaannya adalah modalitas sangat berharga untuk menjadikannya pusat pembelajaran dalam lingkup region tropis dan bahkan dunia. Parameter penting dalam tata kelola ekosistem gambut adalah perbaikan aspek hidrologis. Modalitas RPPEG yang ada menjadikan Propinsi Riau dapat lebih terarah, tersistematis dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Riau Syamsuar menyatakan pembangunan berkelanjutan dan perbaikan tata kelola lanskap hidrologis gambut telah sejalan dengan Visi Riau Hijau.
“Pemprov Riau bersama para pihak telah berkomitmen dan mendukung pengembangan ekonomi hijau ekosistem gambut, serta terinisiasinya Center of Excellent Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan inisiasi Provinsi Riau sebagai role model nasional dalam implementasi RPPEG,” ungkapnya.
Hadir dalam acara ini Sekretaris Daerah Provinsi Riau yang mewakili Gubernur Provinsi Riau, Kepala Dinas Lingkungan Provinsi Riau, Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir, perwakilan UPT KLHK di Riau, serta perwakilan dari GEF sebagai donor dan IFAD sebagai implementing partner Project GEF-5 SMPEI ini. (*)