MADIUN, beritalima.com- Pengosongan tiga rumah dinas milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daops VII Madiun di Jalan Buton Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur, mendapat ‘perlawan’ dari penghuninya, Kamis 8 September 2016.
Bahkan sempat diwarnai kericuhan antara penghuni dengan petugas keamanan PT KAI. Pasalnya, sejak pagi penghuni dan puluhan simpatisan sudah berjaga-jaga menunggu kedatangan petugas dari PT KAI.
“Saat mereka datang, aparat PT KAI langsung mendatangi rumah yang saya huni. Mereka langsung mendobrak pintu dan meminta penghuni segera keluar dari rumah,” kata salah satu penghuni rumah milik PT KAI, Supriyadi kepada wartawan.
Karena itu, penghuni rumah dengan dibantu belasan simpatisan, mencoba melakukan penghadangan yang berujung terjadi ricuh. Namun massa yang jumlahnya tidak sebanding dengan kekuatan petugas darhj PT KAI, akhirnya terdesak hingga di ujung Jalan Buton atau masuk Jalan Biliton.
“PT KAI tidak dapat menunjukkan surat sah sebagai pemilik tanah dan bangunan. Maka itu, kami menilai tindakan pengosongan ini melawan hukum. Kami minta agar tindakan paksa petugas yang mengeluarkan barang-barang dari rumah, dihentikan,” kata salah seorang penghuni lainnya.
Namun meski mendapat protes dan perlawanan, aparat PT KAI Daops VII Madiun, bergeming dan tetap saja mendorong massa dan menghadang penghuni yang mau masuk ke Jalan Buton. Penghunipun akhirnya tidak bisa berbuat banyak saat dihadang aparat PT KAI Daops VII Madiun.
Manager Humas PT KAI Daops 7 Madiun, Supriyanto, mengatakan, bahwa gugatan yang dilayangkan oleh para penghuni, sudah dimenangkan oleh PT KAI selaku tergugat. Karena itu, kemudian tindakan pengosongan dilakukan.
“Tidak benar kalau rumah dinas ini dalam status quo. Karena dalam berperkara di pengadilan, kami menang gugatan di pengadilan, kami dimenangkan,” terang Manager Humas PT KAI Daops VII Madiun, Suprianto, kepada wartawan.
Menurutnya lagi, sebenarnya sejak dua pekan lalu penghuni sudah diberi pemberitahuan, agar penghuni mengosongkan rumah yang mereka tempati. Karena mereka sudah diberikan pilihan untuk menyewa sesuai aturan baru, namun mereka menolak. “Kami lakukan pendekatan persuasif sejak lama, tapi masih saja mereka tidak mau keluar dari rumah yang dihuni,” pungkasnya. (Dibyo)