MADIUN, beritalima.com- Sidang gugatan yang diajukan pasangan suami istri, Herlyana (penggugat I) dan suaminya Johan Suryapurnama Salim (penggugat II) yang juga pemilik variasi mobil di Jalan Musi, Kota Madiun dengan tergugat Walikota Madiun, yang mulai digelar di Pengadilan Negeri Kota Madiun Rabu (4/10), bisa dikatakan ‘Pertarungan’ duo Wibowo.
Pasalnya, baik penggugat maupun tergugat, sama-sama menggunakan kuasa hukum yang mempunyai nama belakang, Wibowo. Penggugat menggunakan pengacara senior asal Nganjuk, Jawa Timur, Adi Wibowo, SH, S.Sos, Msi, sedangkan
Walikota Madiun diwakili oleh Kabag Hukum Setda Kota Madiun, Budi Wibowo, SH.
Seperti pada sidang perdata pada umumnya, masing-masing pihak sama-sama mempertahankan argumentasinya berdasarkan bukti dan sederet acuan hukum yang dimiliki.
Kuasa hukum penggugat, Adi Wibowo, tetap pada argumennya jika tempat usaha kliennya di Jalan Musi, Kota Madiun, yang menjadi sengketa bisa diajukan hak guna bangunan (HGB) kembali dan bahkan hak milik dengan sederet peraturan yang ada dengan alasan, tanah negara bebas.
Sedangkan kuasa hukum Walikota Madiun, Budi Wibowo, mengklaim dengan sejumlah bukti jika tanah di Jalan Musi dengan HGB nomor 920 yang kini menjadi tempat usaha variasi mobil “Surya Abadi”, merupakan aset Pemkot Madiun dan telah bersertikat atas nama Pemkot Madiun.
“Sudah bersertifikat atas nama Pemkot Madiun. Karena memang aset milik Pemkot Madiun,” kata Budi Wibowo, usai mediasi kedua (20/9), yang lalu.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, Adi Wibowo menguarai seluruh isi gugatannya dihadapan majelis hakim yang diketuai Mohamad Junaedi, Rabu (4/10).
Isi gugatan diantaranya, penggugat adalah pemilik buku tanah hak guna bangunan (HGB) nomor 920 yang terletak di Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Tanah ini merupakan tanah negara bebas dengan hak pengelolaan lahan (HPL) . Hal tersebut sesuai perjanjian antara tergugat (Walikota Madiun) dengan penggugat I (Herlyana) nomor 181.1/143.003/1997 dan adendum nomor 181.1/509./413.003/1997.
“Bahwa, para penggugat telah menguasai tanah bebas eks terminal Sleko, Kota Madiun, sejak tahun 1977. Bahwa, pada tahun 1996, tanah yang dikuasai penggugat secara administrasi oleh pemerintah diberikan hak penguasaan lahan untuk service mobil,” demikian isi sebagian gugatatan yang dibacakan kuasa hukum para penggugat, Adi Wibowo.
Namun tiba-tiba, tanggal 2 Maret 2015, para penggugat menerima surat dari tergugat yang isinya agar para penggugat menyerahkan obyek tanpa syarat. Tapi ketika surat tersebut dijawab oleh para penggugat, tidak mendapatkan tanggapan dari tergugat.
Selain perjanjian tersebut ada adendum nomor 181.1/248/413.003/1997 antara penggugat dengan tergugat tentang hak untuk mengajukan permohonan HGB atas hak pengelolaan nomor 2 Kelurahan Pandean.
“Isinya, pihak kedua (penggugat) menyetujui untuk memberi uang kompensasi kepada pihak ke I (tergugat) sebesar Rp.300 ribu/tiap bulan. Jika ada keterlambatan dikenakan denda sebesar 10 persen. Setiap 5 tahun sekali diadakan peninjauan kembali baik besarnya kompensasi maupun pajak lain sesuai perkembangan moneter berdasarkan peraturan perundang-undangan,””urai Adi Wibowo.
Berdasarkan alasan sebagaimana yang telah diuraikan, penggugat minta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini memutus dengan amar putusan, dalam provisi, mengabulkan gugatan provisi penggugat untuk seluruhnya. Menetapkan pengelolaan obyek sengketa sesuai sertifikat HGB nomor 920 atas nama Herlyana secara keseluruhan kepada penggugat seperti kedudukan semula selama bergulirnya perkara aquo dalam pemeriksaan di persidangan dan selama proses gugatan belum berkekuatan hukum tetap.
Kemudian dalam pokok perkara, hakim diminta mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan surat perjanjian nomor 181.1/248/413.003/1997 tanggal 13 Maret 1997 jo adendum surat perjanjian nomor 181.1/509/413.003/1997 tentang pemberian hak untuk mengajukan permohonan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan nomor 2 Kelurahan Pandean, adalah sah.
“Menyatakan, tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap surat perjanjian no 181.1/248/413.003/1997 tanggal 13 Maret 1997 jo adendum tanggal 2 Agustus 1997 tentang pemberian hak untuk mengajukan permohoan HGB atas pengelolaan no 2 Kelurahan Pandean. Menyatakan surat tergugat tanggal 2 Maret 2015 tentang agar penggugat menyerahkan obyek tanpa sarat, surat tanggal 2 September 2016 tentang pemberitahuan batas akhir HBG, surat tanggal 28 Juli 2017 tentang pemberitahuan kedua batas akhir HBG nomor 92, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta tidak berlaku umum,” pungkas Adi Wibowo, dalam gugatannya
Atas gugatan ini, hakim memberi waktu satu minggu kepada kuasa hukum tergugat untuk menyampaikan jawaban. “Sidang ditunda hari Kamis (12/10) dengan agenda jawaban dari pihak tergugat,” kata ketua majelis hakim Mohamad Junaedi, sebelum mengetuk palu.
Budi Wibowo, kuasa hukum Walikota Madiun, mengaku, meski hakim memberikan waktu satu minggu untuk memberikan jawaban, ia mengaku sangat siap. “Siap saja. Kami akan siapkan jawaban,” kata Budi Wibowo, yang juga Kabag Hukum Setda Kota Madiun, usai sidang (Dibyo).
Ket Foto: Budi Wibowo (kiri), Adi Wibowo (kanan).
Foto: Dibyo/beritalima.com