Jakarta | beritalima.com – Organisasi-organisasi Jaringan Pengendalian Tembakau di Indonesia, hari ini mengadakan konferensi pers di Jakarta, guna menyatakan sikap tegas menolak RUU Kesehatan yang sedang dibahas di DPR RI dan mendesak Presiden Jokowi dan DPR menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan atau Omnibus Law sektor Kesehatan.
Salah satu alasannya adalah menurut anggapan Hasbullah Thabrany selaku Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau menyatakan, minimnya pelibatan partisipasi publik dalam tahap penyusunan dan pembahasan, berpotensi menghilangkan kewajiban negara dalam perlindungan dan pemenuhan Hak atas Kesehatan publik, yang merupakan amanah konstitusi.
“Kami berharap pemerintah tidak memaksakan untuk mengesahkan undang-undang dengan jadwal tertentu,” harapnya bersama perkumpulan organisasi yang fokus pada kesehatan masyarakat.
Namun ditegaskan Thabrany, undangkan jika rakyat telah mendapat perlindungan yang jelas, utamanya terkait zat adiktif. “Kita minta agar Pemerintah dan DPR membuat aturan yang melindungi rakyat banyak bukan industri rokok ataupun yang terkait dengan industri rokok,” ujar Hasbullah saat konferenai pers, di Kawisari, Kamis (15/6/2023).
Saat ini ungkapnya, RUU Kesehatan telah disetujui sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 pada 14 Februari 2023. Untuk membahas RUU tersebut bersama pemerintah, Komisi IX DPR telah membentuk Tim Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari 27 orang dari unsur Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR RI.
Sedangkan substansi RUU Kesehatan yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Pemerintah mendorong enam topik utama ke dalam RUU Kesehatan tersebut sesuai dengan pilar transformasi sistem kesehatan Indonesia, yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM dan teknologi kesehatan. Di sisi lain, Menkes sering menyatakan bahwa preventif lebih utama daripada kuratif, tanpa upaya preventif Pemerintah tidak akan mampu menyediakan biaya kesehatan.
Kenyataannya, hal ini tidak sejalan dengan RUU Kesehatan yang sedang digarap di parlemen. Pasal-pasal dalam RUU Kesehatan lebih banyak mengemukakan soal kuratif dengan dukungan industri kesehatan, mengutamakan investasi daripada kebutuhan dasar rakyat yang seharusnya menjadi prioritas.
“Kami menolak pengesahan ataupun sertifikasi di dalam undang-undang kesehatan ini. Pemerintah dan juga DPR jangan memaksakan, jangan merusak sistem yang sudah baik dengan undang-undang yang tidak jelas ideologinya, tidak jelas substansinya, dan tidak jelas prosesnya. Proses pembahasan yang berjalan sekarang ini harusnya dihentikan, apalagi dengan adanya upaya-upaya yang menuju penghilangan pasal zat adiktif yang menjadi upaya penghapusan regulasi mengenai produk zat adiktif ini. Ada campur tangan industri dalam hal ini,” ujar Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.
Jurnalis : Dedy Mulyadi