Percakapan Teoritik Peran Negara Dalam Ekonomi Dan Bisnis

  • Whatsapp

Ringkasan Buku Denny JA: The Role of Government in Economy and Business

Anick HT

Sahabat, negara penganut kapitalisme modern ditandai salah satunya oleh peran minimal pemerintah dalam bidang ekonomi dan bisnis. Pasarlah yang berperan besar dalam menyetir tata aturan ekonomi. Dalam konsepsi ini, mekanisme pasar tahu yang terbaik dan bekerja lebih efisien daripada pemerintah.

Lalu adakah negara yang dari awal betul-betul menerapkan peran minimalis negara seperti itu? Buku ini berisi studi perbandingan untuk menjawab hal tersebut, dan sampai pada kesimpulan bahwa dalam sejarah ekonomi dan bisnis di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang, peran negara menunjukkan evolusi, bahkan inkonsistensi peran pemerintah.

Terkadang, pemerintah mengambil peran yang sangat minim. Kadang, pemerintah juga menyediakan bantuan untuk barang-barang publik dengan mendanai infrastruktur transportasi.

Terkadang pemerintah mengarahkan bisnis dengan memberikan bimbingan administratif, pinjaman murah, fasilitas penelitian dan kebijakan industri.

Terkadang pemerintah juga mengatur lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti undang-undang tentang lingkungan dan hak-hak sipil.

Apa variabel independen yang berkontribusi terhadap perubahan peran itu? Mengapa intervensi pemerintah dalam ekonomi kurang atau lebih intensif dalam periode tertentu daripada intervensi pada periode waktu lain?

Apa yang membuat pemerintah mengadopsi dan kemudian berubah dari satu jenis negara ke negara lain: dari negara minimal ke negara kesejahteraan dan negara berkembang, atau sebaliknya?

Buku ini disusun untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan itu.
 
LIma Gagasan Utama Buku

1. VARIASI PERAN NEGARA DALAM EKONOMI-BISNIS

2. PERAN NEGARA DALAM KASUS INDONESIA

3. ANTARA PASAR BEBAS DAN PASAR YANG DIATUR

4. INSTITUSIONALISME BARU: PENDEKATAN LAIN

5. MENGUJI TEORI BENTURAN PERADABAN

 
SATU

Bagaimana negara seharusnya berperan dalam dunia ekonomi dan bisnis? Dalam hal ini, Peter Evans mengategorikan tiga jenis negara: negara minimal, negara berkembang, dan negara predator. Perlu ditambahkan satu jenis lagi untuk menerapkan kategorisasi ini ke dalam sejarah bisnis: negara pengatur.

Negara minimal adalah konsep Adam Smith. Peran pemerintah harus dijaga seminimal mungkin, hanya untuk mencegah monopoli dan eksternalitas, menyediakan barang publik, dan menegakkan hukum.

Negara pengatur melangkah lebih jauh. Pemerintah juga bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan dapat membantu pebisnis dengan memastikan lingkungan yang lebih baik.

Dalam negara berkembang, pemerintah harus mengarahkan tren industri nasional dan memilih “pemenang” untuk menjadi industri strategis (lokomotif bisnis). Sementara, negara predator adalah negara yang berkembang tanpa kompetensi birokrasi.

Negara mengarahkan tren bisnis dan memilih “para pemenang”, namun, kriteria untuk intervensi ini bukan kompetensi teknis berdasarkan penilaian keahlian, tetapi nepotisme dan korupsi.

Dalam sejarah bisnis, pemerintah Amerika Serikat dan Inggris memainkan peran sebagai negara minimal, negara pengatur, dan negara berkembang secara bergantian, dari satu titik waktu ke titik waktu lainnya.

Dibandingkan dengan Inggris Raya dan Amerika Serikat, Jepang bertindak sebagai negara berkembang dalam banyak periode waktu.

Ini menunjukkan evolusi, perubahan, dan ketidakkonsistenan peran negara. Ini dipengaruhi oleh banyak variabel. Pertama, preferensi ideologis. Kedua, tekanan dari kelompok kepentingan. Ketiga, ekonomi dunia.
 
DUA

Bagaimana dengan Indonesia? Apa peran pemerintah dalam bisnis di sana? Apa yang membuat negara ini berbeda?

Para ekonom membagi Indonesia menjadi empat periode waktu: Orde Lama, periode awal Orde Baru, periode 1974-1982, periode 1982-1998.

Periode Orde Lama menerapkan ekonomi terencana yang kuat dalam kerangka sentimen nasionalistik dan kiri. Di bawah Soekarno, ada sebuah program bernama “Proyek Benteng” yang memberikan perlakuan khusus dan hak istimewa untuk pengusaha pribumi. Jenis negara di era ini adalah intervensionis. Namun, negara tidak memiliki kompetensi birokrasi.

Periode awal Orde Baru adalah era konsolidasi ekonomi. Ekonomi Indonesia bergeser menjadi sistem pasar yang jauh lebih besar. Tim ekonomi Presiden Soeharto sangat kompeten; mereka adalah teknokrat dengan visi kuat ekonomi modern.

Peran pemerintah di era ini sesuai dengan ide-ide negara minimal, negara berkembang, dan juga negara predator.

Periode 1974-1982 adalah era booming minyak. Sebagai negara minyak, Indonesia mendapat banyak manfaat dari kenaikan harga minyak pada tahun 1970-an. Pendapatan pemerintah meningkat dua-tiga kali lipat.

Namun, kerusuhan besar pada 1974 memaksa pemerintah untuk peka dengan masalah distribusi dan bisnis skala kecil.

Periode 1982-1998, harga minyak turun dan pendapatan pemerintah dari minyak menjadi semakin berkurang. Namun, pemerintah memberikan respons yang sangat baik terhadap kesulitan tersebut.

Di era ini, ada kecenderungan bahwa pemerintah jauh dari negara berkembang dan dekat dengan negara minimal. Namun, unsur-unsur negara predator masih ada.

Pada periode ini, Soeharto semakin menggunakan kekuatan politiknya untuk membantu bisnis teman-teman dan keluarganya. Banyak konglomerat lahir di era ini. Banyak dari mereka adalah kroni Soeharto. Korupsi dan nepotisme menyebar dalam birokrasi pemerintah.

Putra dan putri Soeharto naik menjadi konglomerat besar di Indonesia.
Otoritarianisme membuat negara ini lebih dominan masuk ke dalam tipe negara predator. Juga karena preferensi kepemimpinan Soeharto yang dipengaruhi oleh budaya Jawa, Soeharto tidak memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip negara modern.

Cara dia memerintah negeri itu tidak seperti presiden modern, tetapi seperti raja Jawa yang memiliki negeri itu. Akibatnya, ia dengan mudah mendistribusikan uang dan proyek-proyek publik kepada kroninya sendiri.
 
TIGA

Pada era 1950-1960an, Jepang adalah keajaiban karena tingginya pertumbuhan ekonomi. Padahal, menurut Chalmers Johnson yang menulis buku “MITI and the Japanese Miracle”, Jepang mencapai keajaiban ini karena peran pemerintah dalam campur tangan dan mengarahkan ekonomi.

Berbeda dari prinsip neo-klasik, Johnson mengatakan bahwa peran pemerintah positif karena pemerintah kompeten, memiliki visi yang kuat, dan tahu industri mana yang harus dibantu.

Analisis Johnson mengubah banyak pandangan tentang negara minimal. Apakah kuatnya intervensi negara (pasar yang diatur) lebih baik daripada mekanisme pasar bebas? Ini menjadi polemik yang panjang di antara para sarjana pendukung pasar yang diatur maupun pasar bebas.

Ada beberapa argumen yang mendukung bahwa pasar yang diatur lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi. Sementara, di kalangan pendukung pasar bebas juga ada beberapa alasan mengapa mekanisme pasar adalah yang terbaik dan pasar yang diatur salah.

Berdasarkan penelusuran argumen kedua kubu, argumen untuk pasar bebas dan penolakan mereka terhadap pasar yang diatur terlalu kuat untuk diabaikan. Argumen-argumen ini berpijak pada teori-teori yang sangat teruji.

Sebaliknya, teori pasar yang diatur masih baru dan belum diuji. Bukti untuk mendukung teori pasar yang diatur juga selektif dan tidak jelas secara metodologi.

Namun, jika pasar yang diatur merugikan ekonomi, mengapa jenis kebijakan ini bertahan dan berkembang? Alasannya adalah politik. Pasar yang diatur membantu politisi untuk membeli popularitas (di negara-negara demokratis), atau untuk melayani motif predator mereka (di dunia non-demokratis), atau untuk menerapkan kesalahpahaman mereka tentang prinsip-prinsip ekonomi.
 
EMPAT

Ada dua fenomena baru yang menarik perhatian dalam sejarah ekonomi. Pertama, negara-negara di Asia Timur tumbuh jauh lebih cepat secara ekonomi daripada daerah lain pada 1970-an dan 1980-an. Kedua, gelombang reformasi politik dan pasar telah terjadi di Eropa Timur pada 1990-an.

Bagaimana para ekonom menjelaskan dua peristiwa besar itu? Teori-teori yang ada  (teori neo-klasik dan behavioralisme) tidak bisa menjelaskannya. Lahirlah pendekatan baru yang kemudian disebut sebagai “Teori institusionalisme baru”.

Prinsip-prinsip teori institusionalisme baru adalah bahwa lembaga (norma, prosedur, organisasi) penting dalam menentukan kinerja ekonomi dan hasil politik. Manusia sebagai hewan institusional dan tidak dapat dipahami secara terpisah dari institusi di sekitarnya.

Kinerja ekonomi juga dipengaruhi oleh struktur hak properti yang diberlakukan oleh negara.
Teori institusionalisme baru ini memang membantu dalam memahami kinerja ekonomi sebagai hasil yang dipengaruhi oleh lembaga-lembaga politik dan perjuangan politik.

Namun, dinamika kinerja ekonomi suatu negara jauh lebih dalam dan lebih kaya daripada yang dijelaskan oleh New Institutionalism. Peran perusahaan, inovasi manajer, dan tindakan para pelaku bisnis bukanlah objek dari Institusionalisme Baru dalam Politik Komparatif.

Sejarah Bisnis mengisi celah ini. Sejarah Bisnis membantu dalam memahami kinerja ekonomi sebagai hasil yang disebabkan oleh tindakan sektor swasta (perusahaan, manajer, dan inovasi pelaku bisnis). Dalam hal ini, Sejarah Bisnis dan Politik Komparatif (New Institutionalismism) saling melengkapi untuk menjelaskan kinerja ekonomi suatu negara.

Singkatnya, persimpangan antara Politik Komparatif (dalam hal ini, Institusionalisme Baru) dan Sejarah Bisnis telah memberikan gambaran yang lebih lengkap untuk menjelaskan dan memahami kinerja ekonomi suatu negara, dan jalan menuju kapitalisme, modernitas, dan industri.
 
LIMA

Dunia tempat kita hidup juga semakin terintegrasi dan berubah menjadi pasar dunia tunggal. Coca Cola, McDonalds, Levis, dan Honda adalah nama merek umum yang dapat kita temukan di pasar mana pun, dari Nigeria hingga Indonesia, dari Korea hingga Jerman.

Bagaimana seharusnya kita membingkai perdagangan dunia? Variabel apa yang dapat memengaruhi bisnis global ini? Apa yang membuat satu negara berdagang dengan negara tertentu dan tidak dengan negara lain?
Samuel Huntington menawarkan teori “clash of civilization.”

Baginya, sumber pengelompokan dan konflik di dunia “global” yang baru ini adalah peradaban. Garis yang memisahkan dunia bukanlah ideologi lagi, seperti yang terjadi di era perang dingin atau bahkan kepentingan ekonomi, tetapi budaya.

Benturan peradaban, bersamaan dengan kerja sama dalam setiap peradaban, mendominasi politik global.

Betulkah klaim Huntington? Apakah “budaya” adalahh faktor penting dalam perdagangan internasional? Bisakah peradaban mendikte negara bangsa atau pengusaha dalam perdagangan? Apakah peradaban penting untuk bisnis global?

Jika kerangka Huntington terbukti benar, itu akan menjadi penjelasan alternatif yang serius (pendekatan budaya politik) di bidang ekonomi politik internasional.

Dari pengujian data yang ada, didapat bahwa data ini tidak dapat mendukung klaim bahwa perbedaan dan persamaan peradaban dapat mengubah arah perdagangan. Peradaban bukanlah variabel penentu arah perdagangan di dunia.

Maka, pola bisnis global tidak sepenuhnya dipahami oleh “teori peradaban”. Dengan demikian polanya tidak ditentukan oleh peradaban tetapi, seperti biasa, oleh orkestra dari berbagai kepentingan banyak pemain: dari usaha kecil, perusahaan multi-nasional, pemerintah daerah, pemerintah nasional dan blok perdagangan hingga organisasi dunia.

Sentimen budaya, jika ada, tampaknya hanya memainkan peran kecil dalam orkestra ini.

-000-
 
REFLEKSI

Seorang ekonom kesohor Indonesia, dalam satu diskusi pernah melontarkan statemen: jika kita melihat secara detail, tak ada satupun negara di dunia ini yang menganut kapitalisme murni, atau sosialisme murni.

Jika bisa dibilang dua hal itu adalah kutub ekstrem, maka tata ekonomi negara-negara di dunia ini selalu berwujud sintesa yang mempertimbangkan dua kutub itu, karena dipengaruhi banyak faktor di belakangnya.

Membaca buku ini, kita seperti dihadapkan pada fakta yang mengafirmasi hal itu. Melihat sejarah tata ekonomi bangsa-bangsa dunia, akan nampak bahwa selalu terjadi evolusi, gradasi, bahkan inkonsistensi dalam tata aturan ekonomi mereka.

Petualangan teoretis. Itulah kesan yang bisa ditangkap ketika membaca buku ini, yang kaya dengan analisis kasus dan penjelajahan teori untuk menjelaskan kasus-kasus tersebut.

Nampak terlihat keluasan bacaan teori dan penguasaan sejarah yang kuat dari penulis buku ini. Yang termasuk menarik adalah detail argumen, kritik antar teori, dan segala konsekuensi implementasi teoretis dalam melihat perkembangan ekonomi-politik dunia yang terkadang zigzag dan membutuhkan cara pandang baru.

Dan tentu saja, salah satu kelebihan buku ini adalah, mudah dikunyah, meski kita bukan ekonom. ***

Judul: The Role of Government In Economy and Business
Tahun: Agustus, 2006
Tebal: 72 halaman
Penulis: Denny JA

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait