JAKARTA, Beritalima.com– Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Mahfuz Sidik menilai, DPR RI telah kehilangan orientasi dengan tetap mempertahankan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dalam Program Legislasai Nasional (Prolegnas) 2020.
Padahal, ungkap Mahfuz dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA)yang diterima Beritalima.com akhir pekan ini, RUU HIP telah menyebabkan pembelahan kohesi sosial masyarakat dan memperlemah kebersamaan dalam rangka penanganan krisis akibat dampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Hal ini disampaikan Mahfuz menanggapi keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Menkum HAM) Yasonna H Laoly dan DPD RI dalam Rapat Kerja (Raker) yang digelar, Kamis (2/7) yang mengeluarkan 16 RUU dari Prolegnas 2020, serta melakukan penambahan dan penggantian RUU di Prolegnas.
RUU HIP yang mendapat sorotan dari mayoritas umat Islama seperti dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, berbagai ormas Islam termasuk purnawiaran diantaranya mantan Wakil Presiden Jenderal Purnawirawan Try Sutrisno, tidak termasuk RUU yang dikeluarkan maupun yang diganti di Prolegnas 2020. RUU HIP tetap dipertahankan untuk dibahas bersama antara DPR dan pemerintah.
Padahal, Try Sutrisno bersama Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) menemui Ketua MPR Bambang Soesatyo, Kamis (2/7). Para veteran dan purnawirawan TNI-Polri mendukung RUU HIP diganti menjadi RUU RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Pergantian tersebut juga harus mencakup substansi materi hingga isinya.
“RUU HIP ini bikin hancur-hancuran kohesi sosial, jadi pembelahan sekarang. Apa urusannya, kita ngadepin Covid-19 saat ini ribut soal Pancasila, komunisme dan khilafah. Korelasinya apa? Hanya bangsa yang aneh saja, menciptakan isu-su yang memperlemah kekuatan kebersamaan saat bangsa kita krisis,” kata Mahfuz.
Pimpinan Komisi I DPR RI 2009-2014 tersebut menegaskan, RUU HIP tidak dibutuhkan masyarakat sekarang. Masyarakat, ungkap dia, membutuhkan peran DPR dalam membantu pemerintah agar segera keluar dari krisis. “Sebagai wakil rakyat, DPR RI mestinya faham, apa sih yang dibutuhkan masyarakat sekatang. Masyarakat tidak butuh RUU HIP, tapi butuh bagaimana peran DPR membantu pemerintah dan membantu masyarakat agar segera keluar dari krisis.”
Mahfuz mengaku tidak faham, alasan DPR tetap mempertahakan RUU HIP untuk dibahas. Yang dia tahu, RUU tersebut bukan usulan pemerintah, tapi usul inisiatif DPR dari sebagian pihak dan fraksi. “Apa tujuannya dan targetnya, kita juga tidak tahu,” kata dia.
Dengan keputusan itu, kata Mahfus, secara nasional DPR dan pemerintah telah kehilangan orientasinya, yang seharusnya bahu membahu fokus mengatasi krisis saat ini. “Dampak Covid-19 tidak hanya masalah kesehatan, tapi juga masalah ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kita, menurut BPS minus 7 persen.”
Karena itu, Mahfus berharap DPR lebih fokus lagi dan kongkret membantu pemerintah untuk mengatasi dampak krisis akibat pandemi Covid-19. Contoh, soal biaya rapid test mahal. “Kenapa DPR tidak membahas kebijakan yang mengikat pemerintah agar biayanya digratisin atau disubsidi. Atau membahas insentif ke masyarakat seperti UMKM yang sekarang diserahkan ke perbankan. Padahal kalau ada rekstrukturisasi, bisa terjadi gelombang kolaps UKMK secara bersamaan,” demikian Mahfus Sidik. (akhir)