Oleh : Wibisono
Pekan ini diseluruh dunia mengumumkan adanya vaksin, dari mulai vaksin produk Moderna, Pfizer-BioNtech, Astra Zaneca-oxford University, Gamaleya (Sputnik V- Rusia), dan Sinovac (China).
Sedangkan Vaksin Sinovac dari China telah datang di Indonesia sejak bulan Desember 2020, dan sudah didistribusikan ke beberapa Provinsi.
Mulai hari ini telah diumumkan akan dimulainya penyuntikan vaksin secara massal. BPOM sudah mengeluarkan Ijin edar dan MUI pun sudah mengeluarkan fatwa Halal.
Hari Rabo,Tanggal 13 Januari 2021 Presiden akan disuntik pertama, dan rencana dikuti oleh para menteri dikabinet. Tapi ada juga yang menolak disuntik vaksin seperti Erick Thohir pada wawancara di media.
Di beberapa negara banyak pimpinan negara memulai penyuntikan vaksin atas dirinya, kemudian diketahui ternyata itu suntik rekayasa. Mereka rupanya takut terinfeksi virus Covid 19 sama takutnya dengan disuntik vaksin. Ketakutan ini didasarkan pada keraguan akan jaminan keamanan vaksin. Semoga presiden Jokowi tidak melakukan rekayasa dan transparan agar memberikan rasa aman di masyarakat.
Hari ini publik akan menyaksikan penyuntikan perdana atas diri Presiden Jokowi. Presiden tak boleh bohong atau mekakukan rekayasa, Jika terjadi akan berdampak besar. Di samping akumulasi dari kebohongan juga bakal menjadi bagian dari skandal vaksin, ini pertaruhan kepercayaan presiden dimasyarakat.
Penolakan untuk divaksin karena keraguan keamanan khususnya vaksin China ini terjadi dimana-mana, termasuk penolakan dari anggota DPR dari PDIP dr.Ribka Tjiptaning yang tegas tegas menolak untuk dapat vaksin, ia menyatakan lebih baik didenda daripada disuntik vaksin, memaksakan adalah melanggar HAM.
Sasaran pertama penerima vaksin adalah tenaga medis (nakes) sebagai klaster pertama target penyuntikan banyak yang menyatakan menolak dan tak bersedia disuntik. Di tingkat elit dan kalangan medis saja banyak yang ragu dan menolak apalagi di masyarakat kebanyakan. Belum lagi soal kehalalan vaksin yang masih menjadi persoalan.
Sementara itu Wapres terkesan harus “mengemis-ngemis” agar MUI mengeluarkan fatwa halal. Soal halal haram tidak boleh dikaitkan dengan kebutuhan politik dan ekonomi. Jika program vaksin gagal yakni tidak memenuhi target, maka berapa Trilyun kerugian negara yang secara tergesa-gesa telah membeli vaksin Cina Sinovac.
Kecurigaan terjadinya bisnis vaksin dikemukakan oleh banyak kalangan termasuk anggota DPR Ribka Tjiptaning tersebut. KPK harus mulai menyisir kerugian negara yang mungkin terjadi dari korupsi vaksin. Sementara DPR yang “kritis” soal vaksin juga harus mengejar pertanggungjawaban Presiden atas problema vaksin yang merugikan keuangan negara tersebut. Skandal vaksin harus dicegah dan dipertanggungjawabkan. Rakyat jangan menjadi obyek mainan dengan dalih apapun termasuk kesehatan.
Semoga keberadaan vaksin ini bisa efektif meredakan Pandemi Corona yang sudah berlangsung setahun ini, kita kembali bisa ke kehidupan normal dan sehat. Dengan demikian perekonomian bisa pulih dan rakyat bisa kembali mendapatkan kehidupan yang sejahtera.
Penulis: Pengamat kebijakan Publik, Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN)