SERGAI, Beritalima.com | Dampak pembangunan proyek irigasi dan Rawa I milik Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Diktorat Jendral Sumber Daya Air Balai Sungai Wilayah Sumatera Utara(BWSS II), mulai diresahkan.Dimana proyek tersebut berlokasi di Desa Firdaus, Kecamatan Seirampah, Kab Sergai, tepatnya di areal perkebunan kelapa sawit milik PTPN III Tanah Raja.
Hal ini dikarenakan lahan pertanian milik masyarakat di Serdang Bedagai mengalami kekeringan.
“Iya bang hari ini masyarakat mulai resah akibat tidak adanya air, ratusan hektar persawahan milik masyarakat yang akan bercocok tanam padi mengalami kekeringan,” kata Udin warga Kecamatan Seirampah.
Dia mengaku, kekeringan persawahan bukan hanya di desa mereka saja, namun juga berdampak di 9 desa lainnya yang berada di tiga kecamatan. Akibatnya, pembibitan yang sudah mendekati bercocok tanam terancam gagal tanam jika air belum juga disalurkan di lahan persawahan milik warga.
“Sebagian masyarakat juga sudah mendekati masa tanam, namun karena tidak adanya air, sehingga harus diundur untuk bercocok tanam karena lahan persawahan belum bisa ditraktor akibat lahan kekeringan akibat tidak mendapatkan air akibat dampaknya adanya pembangunan irigasi,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Warno. Warga Desa Sentang ini mengatakan, lahan persawahan milik masyarakat saat ini sudah banyak yang kering dan tidak bisa bercocok tanam akibat tidak mendapatkan air dengan adanya pembangunan proyek irigasi.
“Kita berharap pemerintah Kabupaten untuk mengambil langkah agar lahan kami bisa secepatanya mendapatkan air agar musim tanam bisa di laksanakan tepat waktunya,” kata Warno.
Menanggapi hal ini, salah satu pengawas proyek irigasi dan Rawa I milik Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Diktorat Jendral Sumber Daya Air Balai Sungai Wilayah Sumatera Utara(BWSS II), Sipahutar di lokasi mengatakan, per 1 Desember ini, proyek tersebut harus selesai dan pengairan akan dimulai.
“Ya kitapun gimana berjuang untuk masyarakat,” kata Sipahutar selaku pengawas proyek.
Menurutnya, sejak awal pembangunan, sudah ada surat pemberitahuan kepada Bupati, Kepala Desa, Camat, P3A, GP3A, mengenai hal ini.
“Cuma di tingkat koordinasi desa kita enggak tahu. Artinya kalau ada pembangunan mereka yang bikin pola tanam siapa, desa kah atau dari camat. Kalau sebagian saya lihat di tempat lain kadang-kadang ikut pertanian, ikut PPLnya. Sehingga di sini adanya benturan-benturan kordinasi tidak sinkron,” ungkapnya.(Budi)