JAKARTA, Akhir akhir ini terjadi Polemik pernyataan elit politik dan purnawirawan jendral yang membuat gaduh politik ditanah air, terutama menjelang Pilpres 2019 yang semakin panas, dari mulai pernyataan jendral purn Moeldoko tentang “Perang Total” dan perseteruan jendral (purn) Wiranto dan mayjen (purn) Kivlan Zein terkait dalang Peristiwa ’98, melihat fenomena ini apa mereka ga sadar sudah terjebak “Perang Modern”?, atau politik adu domba dari pihak lain-Negara Asing?, kata Pengamat militer Wibisono,SH,MH menyatakan ke media di jakarta (3/3/2019).
Menurutnya, Perang modern itu bisa mempengaruhi hati dan pikiran kita untuk membelokan pemahaman terhadap sejarah dan ideologi negara, ujar wibi
Perang modern tersebut, lanjut wibi, salah satu strateginya adalah melakukan politik adu domba antar masyarakat Indonesia. Namun, tujuan akhir adalah menguasai sektor ekonomi lewat sistem tata kelola dan tatanan hukum negara lewat politik praktis, contoh tentang narasi narasi yang dibangun untuk pemenangan pilpres 2019 saat ini.
“Strateginya murah meriah, modal sarana media-media dan kata-kata/ narasi tertentu,agar masyarakat terpengaruh mengikuti paham yang disebarkan,” sambungnya.
Sekarang hampir tidak pernah terjadi perang antar negara dan melibatkan negara sebagai aktor pelaku. Yang ada adalah perang modern alias perang inkonvensional dan Indonesia harus mewaspadai perang modern ini,papar Wibi.
Efek perang modern, tidak kalah merusak dari “Perang Dunia I dan Perang Dunia II membuat negara-negara malas berperang. Tapi bagaimana menghancurkan negara lain?,politik praktis dan melalui paham idelogi. Spektrum perang modern memiliki berbagai dimensi, di antaranya pelemahan dan indoktrinasi merusak.
Pada sisi lain, Indonesia sangat membuka diri dan sangat liberal pada pengaruh dari luar negeri, di antaranya gaya hidup dan konsep-konsep kemudahan hidup. Ketahanan ekonomi dan pangan nasional jelas terpengaruh, di antaranya kegemaran berlebihan masyarakat pada sajian dan makanan impor, tutur Wibi.
Ia mencontohkan, China pernah dihancurkan Inggris melalui Perang Candu.
Apa Itu Perang Modern?
Setelah perang dunia kedua dan perang dingin usai peta politik global mengalami perubahan. Perang antarnegara tidak lagi menggunakan kekuatan militer dan pengerahan senjata semata. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih potensi terjadinya perang konvensional antara dua negara bisa dibilang kecil. Karakteristik perang juga mengalami pergeseran. Kini, muncul perang jenis baru, yakni perang asimetris, perang hibrida, dan perang proxy.
Mengutip jendral (purn) Ryamizard Ryacudu (menhan RI) pernah menyebutkan tentang Perang Modern. Menurutnya, yang dimaksud dengan Perang Modern yaitu suatu bentuk perang yang dilakukan secara nirmiliter dari negara maju atau asing untuk menghancurkan suatu negara tertentu melalui bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Perang ini adalah bentuk kontrol dari negara-negara koalisi global, biasanya dimotori oleh salah satu negara kuat terhadap negara lain, yang mana negara itu dianggap tidak mengakomodir kepentingan negara koalisi dan dianggap membahayakan kepentingan negara koalisi.
Tujuan dari Perang Modern yaitu; Pertama, Mengeliminir kemampuan negara sasaran agar tidak menjadi sebuah potensi ancaman negara koalisi. Kedua, Melemahkan kemampuan negara sasaran sehingga semakin tergantung dan agar lebih mudah untuk ditekan oleh negara koalisi. Ketiga, Penguasaan secara total negara yang menjadi sasaran oleh negara koalisi.
Sedangkan tahapan dari Perang Modern yaitu:
Pertama, Tahap Infiltrasi. Dalam tahap ini dilakukan sebuah infiltrasi melalui bidang-bidang seperti intelejen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosial budaya atau kultur dan agama, bantuan-bantuan, kerjasama diberbagai bidang, termasuk penggunaan media dan informasi.
Kedua, Tahap Eksploitasi. Dalam tahap ini dilakukan eksploitasi dengan melemahkan dan menguasai bidang-bidang seperti intelejen, angkatan bersenjata, ekonomi, politik, budaya dan ideologi, termasuk pendidikan, dimana semua ini sebenarnya adalah titik berat dari kekuatan suatu negara.
Ketiga, Tahap Politik Adu Domba. Dalam tahap ini dilakukannya politik adu domba. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan kekacauan ataupun kekerasan, konflik horizontal (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Berikutnya bertujuan agar muncul keinginan memisahkan diri dari NKRI atau tindakan separatisme. Biasanya dimulai dengan eskalasi pemberontakan, dan pada akhirnya terjadi pertikaian antar anak bangsa dan perang saudara.
Keempat, Tahap Cuci otak (brain wash) Dalam tahap ini mereka mempengaruhi paradigma berfikir masyarakat, yakni paradigma kebangsaan (nasionalisme) menjadi cara pandang yang universal dengan keutamaan isu-isu global, semisal demokratisasi dan HAM ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kelima,Tahap Invansi. Dalam tahap ini, ketika Wawasan Kebangsaan suatu negara yang menjadi sasaran telah hancur dan jati diri bangsa menjadi hilang, maka praktis negara yang menjadi sasaran telah dapat dikuasai, atau negara sasaran dalam kondisi penguasaan dan terjajah dalam segala aspek kehidupan. Berikutnya, tinggal membuat negara boneka yang diwakili oleh para komprador.
Menurut Wibi,Jika melihat dari kelima fase Perang Modern tersebut, sadar ataupun tidak sadar, saat ini telah terjadi Perang Modern di Indonesia, dengan menjalankan strategi sesuai dengan Perang Modern yang dijelaskan sebelumnya. Kapitalisme internasional yang dipimpin oleh negara maju beserta koalisi berusaha untuk mendegradasi Wawasan Kebangsaan, memecah persatuan bangsa agar lemah, dan akhirnya akan mempengaruhi berbagai keputusan penyelenggara negara, termasuk pada tujuan akhirnya yaitu menguasai mayoritas sumber daya alam.
Perlu diketahui, bahwa untuk melakukan perang dengan cara konvensional (pengerahan kekuatan militer) dianggap tidak memungkinkan lagi, sehingga alasan untuk mengubah perang secara konvensional ke perang nonkonvensional (Perang Modern) menjadi cukup beralasan, selain biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Analoginya, dengan kemampuan pasukan dan teknologi persenjataan canggih yang dianggap berimbang, apabila dua negara kuat berperang, maka kedua negara tersebut akan sama-sama mengalami kehancuran, sehingga mereka sama-sama akan berfikir dua kali untuk melancarkan serangan secara berhadap-hadapan. Kenyataan tersebut mengharuskan adanya penggunaan grand strategy dari negara yang memiliki nafsu imperialisme guna menghindari perang dengan menggunakan cara-cara perang konvensional,papar Wibi.
Berdasarkan uraian di atas maka pernyataan pernyataan Jendral (purn) Moeldoko, jendral (purn) Wiranto serta mayjen (purn) Kizlan Zein adalah wujud ketidaksadaran mereka,bahwa Mereka telah terjebak “Perang Modern”,sehingga bisa memecah belah elit politik dan para purnawirawan TNI-Polri dalam kaitan dukung mendukung capres di pilpres 2019,dan ini sangat membahayakan keutuhan NKRI, pungkas Wibisono.
(Penulis: pengamat Militer Wibisono.SH,MH)