JAKARTA, Beritalima.com– Pimpinan Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan, Parawisata dan Ekonomi Kreatif, Dr Hj Hetifah Sjaifudian menolak rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah.
Pemungutan PPN jasa pendidikan tersebut sebagaimana tertuang dalam revisi UU No: 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam aturan itu, jasa pendidikan dihapus dari daftar yang tidak terkena PPN. Artinya, jika revisi UU KUP ini disetujui, jasa pendidikan akan menjadi objek pajak dan dikenakan PPN.
Hetifah yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar 2020-2025 menolak wacana itu. “Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia dan bagian dari tujuan penyelenggaraan negara yang dijamin di konstitusi. Jika Jasa Pendidikan dikenakan pajak, ini bertentangan dengan cita-cita dasar kita untuk mencerdaskan bangsa berdasarkan keadilan sosial.”
Menurut Hetifah, wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur, saat ini tanpa pajak saja banyak sekolah sudah kesulitan menyelenggarakan kegiatan operasionalnya.
“Banyak sekolah yang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih belum mencukupi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar berkualitas. Guru honor banyak yang belum mendapat upah layak. Tidak jarang, pungutan terpaksa dibebankan pada orangtua siswa,” papar dia.
Ditambahkan, jika PPN diterapkan, ini akan memperparah kondisi dunia pendidikan di tanah air. Hetifah menyadari, pada masa pandemi virus Corona (Covid-19) seperti saat ini pemerintah memang membutuhkan banyak dana untuk pembangunan.
“Kemarin saya mengikuti konsinyering dengan Kemendikbudristek. Banyak anggaran yang dipangkas untuk penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, penerimaan negara juga lebih sedikit,” jelas Hetifah.
Namun, hal itu menurut Hetifah bukan menjadi alasan buat Pemerintah untuk memungut pajak dari sektor pendidikan. Pajak merupakan sarana dari redistribution of wealth. Dia menilai, sumber pendanaan bisa digali dari sumber lainnya, misalnya dengan menerapkan pajak progresif.
Untuk terciptanya pemerataan, justru anggaran untuk pendidikan harus ditambah, bukan sebaliknya pemerintah mengambil dari sektor pendidikan”, ungkap perempuan berhijab kelahiran Bandung, Jawa Barat, 30 Oktober 1064 tersebut.
Hetifah yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) tersebut juga beranggapan, ini bertentangan dengan visi misi pemerintahan saat ini.
“Visi dan Misi pemerintahan saat ini salah satunya adalah Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia melalui reformasi Pendidikan yang dapat terjangkau semua masyarakat Indonesia. Jika PPN pendidikan diterapkan, akan sangat kontradiktif dan menghambat tercapainya visi misi tersebut. Harus kita kawal agar jangan sampai terjadi,” demikian Dr Hj Hetifah Shaifudian. (akhir)