JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menindak perusahaan batu bara yang tidak komitmen melaksanakan ketentuan Domestik Market Obligation (DMO) yaitu pemenuhan pasar domestik.
Menurut Mulyanto, Pemerintah harus mengendalikan besaran kapasitas batu bara untuk keperluan dalam negeri dan ekspor. Jangan sampai di saat harga batu bara internasional naik, sebagian besar lari menuju pasar ekspor.
Akibatnya, beberapa pembangkit listrik tenaga uap dalam negri mengalami kesulitan bahan bakar. “Dalam kondisi harga pasar batu bara dunia naik, produsen cenderung mengambil keuntungan (wind fall) dari kenaikan itu dengan menjual produk mereka ke pasar ekspor ketimbang domestik,” kata Mulyanto usai Kunjungan Kerja *Kunker) Komisi VII DPR RI ke PLTU Suralaya, Banten, akhir pekan ini.
Hadir dalam kunker itu Direksi PLN, Dirut Indonesia Power dan Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM. Mulyanto mendesak Pemerintah konsisten dengan kebijakan DMO batu bara dan mengendalikan pengusaha agar mendahulukan melayani kebutuhan pasar dalam negeri. “Sebab, kalau semangat pengusaha yang seperti ini diteruskan bisa-bisa PLTU kita padam,” jelas Mulyanto.
Dari kunjungan itu, Mulyanto mendapat laporan, sejak Desember 2020, cadangan batu bara di PLTU Suralaya menipis. Persediaan cadangan hanya cukup untuk lima hari operasi. Padahal pada saat kondisi normal cadangan batu bara itu bisa untuk 15 hari operasi PLTU.
Terkadang untuk menjaga agar PLTU Suralaya tetap beroperasi terpaksa harus membakar BBM yang biayanya lebih mahal. “Ini kondisi yang cukup riskan bagi ketahanan energi nasional. Karenanya Pemerintah harus bersikap tegas,” tegas dia.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini menilai kebijakan Pemerintah dengan mencaping (menjaga) harga batu bara agar konstan melalui instrumen Harga Batu Bara Acuan (HBA) serta penerapan DMO perlu diikuti dengan ketegasan pengawasan pelaksanaannya.
Agar kebutuhan cadangan batu bara guna operasi PLTU stabil dan aman untuk batas waktu yang ditentukan karena selama ini Mulyanto menilai, Pemerintah kurang tegas menetapkan penalti bagi pengusaha batu bara yang mengabaikan kuota DMO dan tetap melakukan produk ke luar negeri.
“Contohnya seperti sekarang, saat harga batu bara melambung, kewajiban DMO diabaikan pengusaha. Ditengarai harga batu bara melambung karena tarikan dari pasar energi China, yang PLTU-nya semakin aktif dan menyedot sumber batu bara Indonesia,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)