JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuntaskan soal dualisme fungsi kebijakan Riset dan Teknologi (Ristek) sebagaimana diatur dalam Perpres pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Perpres penambahan fungsi Ristek ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek (Kemendikbud Ristek).
Mulyanto melihat isi kedua Perpres itu tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan dualisme fungsi kebijakan ristek nasional. Dalam Perpres pembentukan BRIN, Pemerintah memberi amanat fungsi perumusan, penetapan dan koordinasi pelaksaan riset nasional. Fungsi yang sama juga diberikan ke Kemendikbud Ristek.
Dengan adanya dua Perpres itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini khawatir pelaksanaan pengelolaan ristek nasional menjadi tidak optimal. Karena unit pelaksana di bawahnya menjadi bingung harus mengikuti arahan lembaga yang mana.
“Kita harus segera mengakhiri dualisme fungsi kebijakan ristek ini. Pemerintah harus dengan jelas dan tegas menetapkan pembagian fungsi kebijakan kedua lembaga tersebut. BRIN mengurusi kebijakan ristek apa, Kemendikbud-ristek pada kebijakan ristek apa pula,” tegas Mulyanto.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kepala BRIN dan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pertengahan pekan ini, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten juga mempertanyakan masalah ini.
Untuk mengakhiri dualisme, Mulyanto mengusulkan agar Kemendikbud Ristek fokus mengurusi kebijakan riset di perguruan tinggi. Sementara kebijakan riset di lembaga lainnya diserahkan kepada BRIN. “Agar mudah dan clear, fungsi kebijakan di Kemendikbud-ristek ini diarahkan pada riset di perguruan tinggi,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto juga usul, agar BRIN menjadi anggota tetap rapat kabinet. Hal itu penting, agar BRIN memiliki wawasan kebijakan dan dapat berkoordinasi secara langsung dengan Menteri-menteri terkait.
Kedudukan Kepala BRIN dalam rapat itu adalah sebagai peserta tetap, meski yang bersangkutan bukan Menteri atau anggota kabinet. “Kalau tidak, kasihan. BRIN akan kesulitan berkoordinasi dengan Menteri lain,” lanjut Mulyanto.
Ditambahkan, soal dualisme fungsi kebijakan ristek ini cukup mendesak. Sebab, saat ini saja sudah ada beberapa kegiatan ristek yang terganggu akibat adanya dualisme ini. Contoh saat ini kegiatan riset vaksin Merah Putih dalam konsorsium riset Covid-19, yang dimotori Lembaga Bio Molekuler Eijkman menjadi terkendala.
Lembaga ini harus berkordinasi dengan kementerian atau lembaga yang mana. Padahal kegiatan riset konsorsium Covid ini sangat penting dan mendesak. “Bapeten yang ingin merevisi UU ketenaganukliran juga bingung harus berkoordinasi kemana,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)