JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejehatera (PKS) DPR RI, menolak tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme ke dalam RUU Halauan Ideologi Panca Sila (RUU HIP).
Sikap ini disampaikan secara resmi oleh Fraksi PKS saat pengesahan RUU HIP menjadi inisiatif DPR pada Rapat Paripurna DPR RI, pertengahn pekan ini. “TAP MPRS XXV/MPRS/1966 yang masih berlaku mengisyaratkan bahaya laten PKI dan ideologi komunis jelas-jelas menjadi ancaman bagi Panca Sila,” kata Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr H Jazuli Juwaini dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5) malam.
Ketika bicara Haluan Ideologi Panca Sila, kata legislator Dapil II Provinsi Banten tersebut, harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di Republik ini. “Jangan abaikan bahaya laten komunisme. TAP MPRS XXV/1966 secara resmi masih berlaku karena bahayanya mengancam bangsa Indonesia sampai dengan saat ini,” kata anggota Komisi I DPR RI membidangi pertahanan dan luar negeri itu.
TAP MPRS tersebut dalam hierarkhi perundang-undangan, kata politisi senior ini, berada di atas UU dan di bawah UUD Jadi, sudah semestinya menjadi rujukan. Apalagi TAP MPRS XXV/1966 itu berkaitan erat dengan sejarah Panca Sila sehingga setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Panca Sila.
“PKI pernah ingin mengganti ideologi Panca Sila. Namun, usaha yang dilakukan PKI gagal. Menjadi aneh, jika TAP MPRS yang penting itu tidak dijadikan konsideran. Bicara ideologi Panca Sila harus berani secara tegas menolak anasir-anasir yang mengancam keberadaannya,” tegas Jazuli.
Dikatakan Jazuli, tidak hanya tegas terhadap bahaya bangkitnya PKI dan ideologi komunisnya tetapi juga bagaimana RUU HIP mampu menegaskan posisi Panca Sila terhadap sistem politik/budaya dominan dari paham liberalisme, kapitalisme, sekularisme, hodonisme, konsumerisme.
Selain itu, juga praktek gerakan terorisme, sparatisme dan isme-isme lainnya yang merangsak masuk dalam perikehidupan bangsa Indonesia. Karena itu, Fraksi PKS meminta secara tegas agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP.
“Ke depan dalam pembahasan RUU, Fraksi PKS akan terus berkomunikasi lintas Fraksi agar memiliki kesamaan pandang tentang pentingnya TAP MPRS itu dan kami dengar sejumlah Fraksi berkomitmen mengusulkan hal yang sama,” ungkap Jazuli.
Lebih jauh dikatakan, RUU HIP harus konstitusional dengan keutuhan pemahaman dan sejarah yang benar. Fraksi PKS sejatinya mengapresiasi lahirnya RUU HIP sebagai upaya untuk membumikan Panca Sila di Republik Indonesia dan menjadikannya relevan dalam menghadapi tantangan zaman dan kenajuan.
Namun, materi muatannya harus konstitusional dan tidak boleh lepas dari pemahaman dan sejarahnya yang benar. “Spiritnya kita sangat setuju dan mengapresiasi pembentukan RUU Haluan Ideologi Panca Sila karena ini bagian dari upaya mengokohkan karakter dan identitas kebangsaan. Hal ini juga sejalan dengan garis perjuangan Fraksi PKS di parlemen yang “pro pengokohan nasionalisme Indonesia”.
Dijelaskan Jazuli, Fraksi PKS DPR RI bahkan berkali-kali mengusulkan agar Pendidikan Moral Panca Sila diajarkan kembali di sekolah dan kampus karena zaman berkembang begitu pesat tapi banyak generasi mulai melupakan nilai identitas bangsanya,” terang Jazuli.
Karena UU HIP ini strategis, subtansinya harus kuat dan mencerminkan jiwa dari ideologi Panca Sila itu. Dalam konteks ini, sejumlah pasal dalam draf RUU HIP perlu mendapat masukan kritis terkait konteks pemahaman sejarah keterkaitan sila-sila Panca Sila, dengan merujuk risalah Panca Sila dan UUD 1945 dan berbagai referensi yang telah dibukukan MPR.
“Jika kita baca risalah, misalnya, Panca Sila dan sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ itu menjiwai sila-sila lainnya. Itu ruh utamanya. Demikian seterusnya sila kedua, ketiga, keempat hingga kita dapat mewujudkan tujuan bernegara melalui sila kelima yaitu ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’. Harus tegas tertulis dan tercermin dalam RUU HIP ini,” tandas Jazuli.
Selanjutnya, RUU HIP harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945 sehingga menjadi pedoman dan alat ukur apakah kebijakan negara dan pemerintahan selama ini sudah sejalan dengan Panca Sila dan UUD NRI 1945 atau justru menjauhinya.
Jazuli mencontohkan, dalam bidang ekonomi, ekonomi Panca Sila jelas bukan ekonomi liberal kapitalistik, juga bukan sosial komunis/marxis. Tapi apa yang terjadi dalam langgam perekonomian kita sekarang ini terkait pengamalan Pasal 33 UUD 1945? Bagaimana wajah keadilan sosial, jaring pengaman sosial, BPJS, dan lain-lain?
Bagaimana negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari? Dan seterusnya. “Sikap tegas Fraksi PKS terhadap draf RUU HIP ini semata bentuk kecintaan dan keinginan kuat agar Panca Sila bisa diimplementasikan secara konsekuen sesuai pemahaman dan sejarahnya untuk mengokohkan identitas bangsa.
“Sebaliknya, tidak menjadi ideologi yang mengikuti selera zaman, lepas dari pemahaman dasar dan sejarahnya sehingga kehilangan elan atau semangat perjuangan vitalnya dalam membangun jati diri bangsa. Insya Allah Fraksi PKS komitmen memperjuangkan hal tersebut,” demikian Dr H Jazuli Juwaini. (akhir)