SANANA, beritalima.com – PLN sula rupanya kalang kabut hadapi gugatan class Action masyarakat dari empat desa yakni “Fatkauyon kecamatan Sulabesi Timur, desa Wainib dan desa Fuata kecamatan Sulabesi Selatan serta Desa Wai Ina Kecamatan Sula Barat .
Kepanikan PLN ini terlihat dari upaya damai yang dilakukan Pihak PLN dengan masyarakat pada pertemuan pada jumat (28/10) beberapa hari lalu yang dihadiri oleh pihak PLN wilayah Maluku Utara dan kuasa hukumnya yang melibatkan kepala dinas pertambangan kabupaten kepulauan Sula (Kepsul) Plh. Namri Alwi, Camat, Kepala Desa dan Babinsa pada wilayah tersebut.
Menurut Kadis pertambangan, pertemuan tersebut dimana pemerintah daerah beserta kuasa hukum dari PT.PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara ingin mengetahui apa sebenarnya keluhan dari masyarakat. Pada intinya kami tidak memaksa ataupun memprovokasi masyarakat untuk mencabut gugatannya melalui kuasa hukumnya terkait dengan gugatan Class Action jelasnya.
Namun dalam pertemuan tersebut menghasilkan,lima poin kesepakatan diantaranya; tidak semua masyarakat mengetahui persis jumlah pihak-pihak yang di gugat termasuk didalamnya pemerintah daerah kabupaten sula sebagai tergugat VI, kedua bahwa ternyata tidak semua masyarakat mengetahui persis isi dari pada gugatan pada Class Action, ketiga bahwa yang masyarakat inginkan adalah dibebaskan biaya pasang baru bagi pelanggan listrik lama seperti pada surat permintaan masyarakat (terlampi), keempat surat permintaan masyarakat pada poin ketiga,dilakukan tanpa adanya paksaan dan penuh kesadaran dan poin kelima pertemuan tersebut tidak ada pemaksaan, intimidasi maupun pemerintan daerah kabupaten sula(KepSul)Kata,Namri.Alwi.Kamis 3/11/2016.
Sementara itu Ketua Tim Hukum Gugatan Class Action pelanggan listrik 4 desa “Rasman Buamona, S.H bahwa pertemuan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kepulauan Sula bersama pihak PT. PLN Maluku dan Maluku Utara, Camat, serta Babinsa dengan masyarakat pelanggan klistrik di Desa Fatkau Yon dan Wai Nib tanggal 28 Oktober 2016 kemarin adalah bentuk dari kepanikan dan wujud nyata adanya kelalaian dari pihak PT. PLN dan Pemkab Sula.
Kami justru bertanya Mengapa sejak terjadinya pemadaman, mereka tidak mendatangani masyarakat? Mengapa baru hari ini masyarakat didatangi? tanya Rasman dengan nada tegas.
Lanjut Rasman, 13 tahun bukanlah waktu yang singkat, Sejak terjadinya pemadaman 13 tahun lalu, begitu besar pengeluaran yang menjadi tanggungan masyarakat. Masyarakat di 4 desa harus membeli genseet, minyak tanah, bensin, solar dan oli. Selain itu banyaknya fasilitas elektronik, seperti kulkas, TV dll yang rusak, jelas Rasman.
“Selain kerugian-kerugian yang telah disebutkan, masyarakat di 4 desa juga sangat menderita karena sewaktu masyarakat membeli minyak untuk dibawa pulang ke kampung, masyarakat harus berjalan kaki sejauh pulahan kilometer. Olehnya itu, menurut Rasman, jika apa yang dilakukan oleh Pemkab Sula dan PT. PLN di kedua desa terdapat unsur kekerasan, maka ranahnya bukan lagi perdata, terang Rasman.
“Kami Tim Hukum warga 4 desa tetap fokus pada penegakan hukum, tegas Rasman.”Pintanya(@dino)