BIREUEN- ACEH Beritalima.com Pengadilan Negeri Bireuen menunda sidang “Pembacaan surat Tuntutan” hingga pada Kamis 22/07/2017, Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp 153 Milyar terhadap hasil kejahatan narkotika milik Murtala (33) warga Desa Mns.Blang Kecamatan Peudada Bireuen, pada Jam 13;00 WIB, Rabu (12/07/2017).
Menurut Hakim Anggota Maulana Rifai SH, M.Hum kepada Beritalima.com mengatakan, sidang TPPU tersebut yang ke 22 kali ini adalah pembacaan surat tuntutan terhadap diri terdakwa Murtala Ilyas dari penuntut umum Kejaksaan Bireuen dinyatakan ditunda hingga pada Kamis 22/07/2017, dikarenakan berkasnya belum lengkap, ucapnya.
Kasus TPPU tersebut yang dihimpun dari Badan Narkoba dan Narkotika (BNN) oleh sejumlah media, dilakukan oleh terdakwa Murtala, yang berkaitan dengan jaringan M. Nasir dan Abdullah yang diduga kuat melakukan pencucian uang dari hasil kejahatan narkotika (barang terlarang), kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari di Jakarta, pada Kamis lalu.
Murtala ditangkap pada tanggal 19 November 2016 di Medan, saat ia akan melakukan perjalanan ke Malaysia. Tersangka diduga kuat menerima uang hasil penjualan narkotika melalui transfer antar bank dari para pembeli narkotika yang sedang mendekam di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yaitu Darkasih, M. Irsan dan Samsul Bahri, jelas Arman.
“Untuk menghilangkan jejak dan menghindari pantauan tim penyidik BNN dan PPATK, Murtala melakukan transfer dana dengan menggunakan fasilitas Real Time Gross Settlement (RTGS) atau sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika ke rekening atas nama istrinya sebesar kurang lebih Rp1,2 miliar,” dikatakan Arman.
Selanjutnya rekening istrinya tersebut digunakan sebagai transaksi jual beli narkotika baik dari agen maupun ke bandar bernama Muzakkir yang merupakan seorang narapidana di Lapas Tanjung Gusta, katanya.
“Diketahui Muzakkir ini juga termasuk dalam jaringan M. Nasir dan Abdullah. Antara mereka tidak saling kenal satu sama lain dan itu merupakan ciri dari kejahatan narkotika dengan sistem sel,” Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Murtala merupakan seorang residivis kasus narkotika dengan vonis hukuman lima tahun dan tahun 2012 yang bersangkutan telah bebas, katanya.
“Keluar dari penjara, Murtala masih terlibat kejahatan narkotika dan terbukti telah menerima uang hasil penjualan narkotika melalui transfer antar bank dari para pembeli narkotika yang berada di Lapas,” terang Arman.
Terkait kasus TPPU tersebut dari tersangka Murtala, BNN berhasil menyita uang dalam rekening uang tunai, satu unit rumah di Medan, satu unit rumah di Aceh, satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Medan, dua unit mobil dan perhiasan.
Sedangkan uang dalam rekening Bank Mandiri, BRI, BNI dan Bank Aceh totalnya sebesar Rp143,6 miliar, sedangkan tunai Rp50 juta, uang Ringgit Malaysia RM 25.000. Dan total seluruh aset tersebut diperkirakan mencapai Rp153,7 miliar.
“Dan BNN masih terus melakukan penelusuran aliran dana-dana milik Murtala, termasuk yang diduga di luar negeri,” kata Arman.
Tersangka Murtala diancam dengan pasal 137 huruf b Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan pasal 3, 4 dan 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman maksimal pidana 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. a 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Namun kasus tersebut berjalan sampai sidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke 22 kali dengan terdakwa berinsial Murtala (33) di Pengadilan Negeri Bireuen, pada Rabu (12/07/2017) siang, sebelumnya sempat menghadirkan empat orang saksi.
Sebelumnya, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M. Fauzi SH, MH, dengan hakim anggota Maulana Rifai SH, M.Hum dan Rahma Novatiana SH, beragendakan mendengar keterangan saksi. Mereka terdiri dari dua orang petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan dua terpidana narkotika. Mereka adalah Anton Sujarwo SH dan Warsidi, SH, keduanya anggota Polri yang bertugas di BNN, yang melakukan penangkapan terdakwa Murtala pada 16 November 2016, di Komplek Dbang Taman Sari Blok Anggrek 50 Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan, bacaan Majelis Hakim.
Menurut keterangan kedua saksi dalam persidangan, dalam penggeledahan rumah terdakwa di Medan dan di Bireuen ditemukan sejumlah barang bukti dalam kasus dugaan pencucian uang seperti buku tabungan, ATM, perhiasan emas, mobil Fortuner serta Harrier. Saksi selanjutnya yang dihadirkan adalah Samsul Bahri, yang saat ini berstatus terpidana kurir narkotika jenis sabu dan mendekam di Rutan Cipinang, Jakarta dengan vonis 13 tahun penjara. Samsul yang mengaku di hadapan majelis hakim, Dirinya pernah mentransfer sejumlah uang beberapa kali ke rekening terdakwa Murtala dan istri terdakwa, yaitu Atika atas perintah bosnya Dani (DPO).
“Saya diperintahkan Dani untuk mentranfer uang ke rekening dan nama pemiliknya melalui sms atau telpon, diantaranya seperti bukti print out rekening koran BRI, Bni dan BCA, dia transfer ke rekening Murtala dan Atika,” katanya.
Ditanyai hakim jumlah uang yang ditranfer, Samsul menjawab “Bervariasi jumlahnya, mulai Rp4 juta, Rp10 juta, Rp20 juta sampai Rp50 juta. Namun saya tak tahu uang tersebut dari hasil mana dan untuk apa,” ungkap pria yang tertangkap BNN pada 2014 lalu di Kawasan Idi, Aceh Timur saat hendak mengantar sabu 5 kg ke Medan. Sementara saksi terakhir, Teoh Wooi Hang alias Hendri alias Hendra, terpidana kasus narkotika dan TPP. (Abdullah Peudada)