SURABAYA – beritalima.com, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkesan tidak tegas soal pelaksanaan eksekusi lahan di Jalan Tanjungan No 80 Surabaya.
Meski putusan berkekuatan hukum tetap sejak lama, eksekusi lahan yang salah satu di atasnya berdiri kantor cabang pembantu (kacab) Badan Pertanahan Surabaya (BPN) 1 itu, masih ngambang sejak 1 September 2020 lalu. Alasan penundaan eksekusi berubah-ubah.
Setidaknya dua alasan dikemukakan pihak PN Surabaya terkait eksekusi lahan tersebut. Pertama, eksekusi tersebut akan mengganggu pelayanan kacab BPN 1. Terbaru, Ketua PN Surabaya Johny mengatakan pihaknya belum berencana mengeksekusi objek sengketa tersebut karena belum belum mendapatkan persetujuan atau ijin dari Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI).
Penundaan eksekusi tersebut, sangat disesalkan oleh Kuasa Hukum Tjipto Chandra, Yakobus Welianto.
Kata Yakobus Welianto, tidak benar dalil dan alasan akan mengganggu kacab BPN Surabaya 1. Sebab pemohon tidak mengajukan eksekusi atas lahan yang dipakai kacab BPN 1.
“Dengan ini saya jelaskan dan tegaskan bahwa tanah dan bangunan seluas 536 Meterpersegi yang saat ini dipakai untuk kantor cabang pembantu Kantor Pertanahan Surabaya I, tidak kami mintakan eksekusi karena tanah dan bangunan seluas 536 Meterpersegi itu haknya kantor pertanahan Surabaya I sesuai putusan yang inkracht,” kata Yakobus Welianto di PN Surabaya. Senin (23/11/2020).
Kepada Media Yakobus Welianto mengatakan sebelum eksekusi dilakukan dia sudah melakukan pra sosialisasi dengan pihak terkait, terutama kepada Kepolisian, Koramil, Kodim, Satpol PP, Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT setempat.
Sambung Yakobus Welianto, semua pihak sudah di pra sosialisasikan dengan baik, termasuk persiapan protokol kesehatan dengan tim Gugus Tugas Covid 19, baik itu masker, sarung tangan dan hand saniteser sudah kami siapkan semua.
“Bahkan Surat Penetapan Pengadilan juga sudah dikeluarkan tertanggal 1 September 2020. Namun kenyataanya Ketua Pengadilan Negeri Surabaya (KPN) tidak konsisten terhadap surat yang sudah dibuat dan di tandatangani sendiri. Penundaan yang tidak jelas ini membinggungkan pencari keadilan,” sambungnya.
Kepada awak media, Welianto juga menandaskan akibat penundaan eksekusi tersebut tidak hanya membuat dirinya merugi. Namun reputasinya sebagai seorang advokat sudah rusak.
“Untuk pra sosialisasi eksekusi saja saya sudah menghabiskab dana jutaan rupiah. Saya juga malu kepada klien saya karena dinilai tidak profesional mengurusi perkara dia,” tandasnya.
Ditanya awak media, apa langkah yang akan dia temput terkait penundaan eksekusi,? Welianto menjawab, bahwa dirinya tidak tahu persis langkah selanjutnya.
“KPN hanya mengatakan eksekusi tidak dapat dilaksanakan tanpa minta petunjuk dan ijin lebih dulu dari Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Ada apa ini Pak Joni? Karena KPN Surabaya tidak konsistenan, maka kami mendesak MA untuk mengkaji ulang pelayanan prima di PN Surabaya. Mungkin kami juga mendesak MA untuk mengkaji kembali jabatan KPN untuk digantikan yang tegas dan konsisten,” jawabnya.
Humas PN Surabaya, Martin Ginting menanggapi terkait penundaan eksekusi tersebut. Ginting memberikan solusi supaya pemohon eksekusi berkirim surat kepada KPN Surabaya.
“Suruh saja pemohon eksekusi menulis surat kepada KPN Surabaya agar di jawab secara resmi ya mbak, agar di jawab oleh yang bersangkutan secara langsung melalui Panitera,” jawab Martin Ginting melalui WhatsApp.
Diketahui, Penetapan eksekusi 07/EKS/2020/PN.SBY, atas lahan di Jalan Tunjungan No 80 Surabaya sudah ditandatangani KPN Surabaya sejak tanggal 1 September 2020.
Penetapan tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No 268/Pdt.G/2011/PN.Sby tanggal 31 Mei 2012 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No 55/PDT/2013/PT SBY tanggal 11 April 2013, Jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2501 K/Pdt/2014 tanggal 16 Maret 2015. (Han)