SURABAYA, Beritalima – Penyidik Polda Jatim kembali menangkap 1 orang DPO mucikari inisial F di Jakarta, dan hari ini Selasa (15/1) sudah dibawa ke Polda Jatim.
Akan tetapi Sampai saat ini Polda Jatim masih menutup rapat-rapat tentang pengusaha yang diduga memesan artis VA dan SA tersebut, Pihak penyidik hanya menyebut inisial R (Rian) seorang pengusaha tambang di Lumajang.
Dalam kesempatan sebelumnya Bupati Lumajang H. Thoriqul Haq buru-buru membantah, bahwa pihaknya telah mengumpulkan semua pengusaha tambang, tetapi tidak ada pengusaha tambang yang bernama R (Rian) tersebut di wilayahnya.
Sebelum ini, LSM LIRA Jatim mendesak pihak Polda Jatim, membuka penguasaha yang telah memesan artis VA dan SA tersebut ke publik.
“Untuk keadilan dan transparansi, selayaknya Polda Jatim tidak menutup nutupi pengusaha yang terlibat prostitusi online tersebut” ujar Bambang Assraf Wakil Gubernur Lira Jatim.
Masih menurut Assraf, bila penyidik Polda Jatim telah merilis para artis dan model yang terlibat, maka sudah selayaknya Polda juga merilis siapa saja yang sudah memesan dan pernah memesan artis/model untuk diajak kencan, “jangan sampai publik melihat ada sesuatu dibalik pengungkapn yang setengah hati” tambah Assraf.
Seperti dikutip dalam portal jatimnow.com menurut Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) I Wayan Titip Sulaksana menyatakan tidak ada korban dalam kasus prostitusi online tersebut.
“Dalam kasus ini tidak ada korban. Jika polisi menyebut korban itu pelacur? itu bukan korban. karena dalam prostitusi itu, dia kan mendapatkan kenikmatan dan uang,” tegasnya, Senin (14/1/2019).
Namun, I Wayan mengemukakan, yang bisa disebut korban itu jika seorang wanita disuruh melacur atau istilahnya trafficking.
“Itu yang bisa disebut menjadi korban sebenarnya,” bebernya.
“Yang bisa disebut korban itu adalah istri penikmat karena suaminya pulang bawa penyakit, itu juga korban sebenarnya,” tambah I Wayan.
Sebelumnya, I Wayan juga menegaskan jika polisi tidak bisa menghadirkan penikmat (prostitusi), maka kasus itu tidak sempurna. Karena bagi dia, pengungkapan kasus pelacuran itu harus ada pelacur dan penikmatnya.
Pelacuran atau prostitusi, kata dia, kedua belah pihak adalah saling membutuhkan. Dan saling tidak merugikan.
“Sama-sama butuh, pelacurnya butuh duit pembeliannya butuh kepuasan. Hanya saja yang dilanggar moral, kecuali marketingnya yang mencari pelacur baru kemudian meng-upload, nah itu yang kena UU ITE,” jelas Wayan.
Ia mengingatkan kepada kepolisian untuk juga memeriksa penikmat atau pelanggan pelacuran tersebut.
“Ingat lo ya, prinsipnya pelacuran itu tidak mungkin tanpa penikmat. Jadi, polisi itu salah jika hanya memeriksa pelacurnya saja tanpa memeriksa penikmatnya. Kalau begitu namanya solo seks,” tambah I Wayan.
Bahkan, I Wayan mengemukakan jika pengungkapan kasus prostitusi online yang melibatkan artis dan model majalah dewasa oleh Polda Jatim bisa dipraperadilankan. Sebab menurutnya, Polda Jatim yang menyebut nama-nama artis dinilai telah melanggar praduga tak bersalah. Artis, foto model hingga mantan finalis Puteri Indonesia disarankan menempuh jalur hukum.
“Praperadilan atau digugat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Pasal 1365 KUHPerdata karena sudah menyebutkan nama, bahkan belum terbukti secara sah dan meyakinkan melalui keputusan pengadilan hukum tetap,” tandasnya. (IK)