Banyuwangi Beritalima.com – Dalam hati kecilku pernah terbesit rasa mengeluh. Jarak yang kutempuh 144 kilometer pergi pulang (PP) Banyuwangi – Pesanggaran, tiap harinya. Namun semua harus kujalani karena menjadi tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang abdi negara, penegak hukum, pengayom, pelindung dan pelayan masyakarat.
Begitu sebagian isi update status Brigadir Farid Hendriawan di situs jejaring sosial Facebook (FB) yang diunggah pukul 16.16 WIB, pada 14 Februari 2017. Kelanjutan teks status itu berbunyi “Dengan sendirinya perasaan mengeluhku tadi hilang disaat menemani seorang nelayan yang merangkai seutas tali pancing untuk mencari ikan guna mencukupi nafkah keluarganya. Tak peduli ombak besar dan cuaca buruk mengancam jiwanya di tengah samudera luas”.
Brigadir Farid adalah anggota Satuan Polisi Perairan (Satpolair) Polres Banyuwangi yang bertugas menjaga kawasan selatan dan barat perairan Tanah Blambangan. Baru satu bulan terakhir dia menjalani tugas baru selaku Komandan Pos Polair Pancer di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.
Menjalani tugas baru yang jauh dari rumah kadang membuat anggota polisi mengeluh dalam batin. Tak terkecuali Bripka Farid yang harus bolak balik Pancer – Banyuwangi dengan jarak hampir 150 kilometer perhari. Jauh dari anak serta istri kadang membuatnya galau.
“Anak dua masih kecil-kecil dan butuh antar jemput sekolah. Sementara istriku yang bidan juga kerja. Demi tugas semua harus dijalani meski itu terasa berat,” kisahnya, Rabu (15/2/2017).
Kegundahan yang dialami bintara kelahiran Rogojampi ini terus membayang selama hampir satu bulan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang nelayan Pancer yang sedang merajut senar pancing di sebuah emperan toko. Dari sosok nelayan itulah semangatnya untuk ikhlas menjalani tugas sebagai abdi negara meskipun jauh dari keluarga kembali terpompa.
“Ternyata jadi nelayan itu berat. Tugasnya di laut lepas sampai samudera dengan taruhan nyawa. Meninggalkan daratan berhari-hari kadang bisa seminggu. Itu semua demi keluarga,” ungkap suami dari Lina Fitriani.
Nelayan dan polisi perairan tak jauh beda. Tugasnya sama-sama di laut. Nelayan umumnya menangkap ikan. Sedangkan Polair menjaga perairan dari praktek illegal fishing. Bedanya, nelayan berlayar ke tengah dengan satu tim yang terdiri dari 4-5 orang bahkan lebih. Sementara Brigadir Farid meski menjabat selaku Danpos Polair Pancer hanya seorang diri.
“Dulu dua anggota bersama Brigadir Johan. Sudah seminggu ini rekan saya itu ditarik ke Markas Satpolair Ketapang. Kabar terbaru malah dengar mutasi ke polisi umum di Polsek Purwoharjo. Sejak itu saya tugas sendirian. Tidurnya numpang di rumah warga karena di pos tidak ada fasilitas,” tutur dia.
Semasa dengan Brigadir Johan, Brigadir Farid masih punya banyak waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga. Masing-masing menjalani dinas tiga setengah hari. Selepas kepindahan koleganya, kini menjaga pos menjadi tanggung jawabnya seminggu penuh.
“Dulu tiga hari sekali bisa pulang. Sekarang tidak bisa lagi. Paling lama pulang sehari saja, pas Jumat. Karena Sabtu-Kamis mesti berada di pos melakukan pengamanan. Apalagi Sabtu – Minggu pengunjung wisata di Pulau Merah maupun Pancer sama-sama ramainya. Selaku Polisi Perairan kita harus siaga,” terang bintara yang tinggal di Villa Permata Husada Kelurahan Pengantigan, Kecamatan Banyuwangi.
Sebelum di Pos Polair Pancer, Brigadir Farid pernah setengah tahun di Pos Kamladu Grajagan, Kecamatan Purwoharjo. Dia juga memiliki pengalaman satu tahun menjadi penyidik Gakkum Satpolair Polres Banyuwangi yang bermarkas di Ketapang. Selama 2,5 tahun bergabung di Polisi Perairan baru kali ini mengemban tugas super berat. Menjaga perairan selatan yang berbatasan dengan Samudera Hindia seorang diri tanpa dibekali peralatan memadai adalah sesuatu yang luar biasa.
“Tidak ada kapal polisi untuk memburu pelaku illegal fishing. Jika ada pelanggaran penangkapan ikan di laut untuk memburunya terpaksa menyewa kapal milik nelayan. Sewa per unit Rp 1,2 juta sekali jalan. Kalau dalam seminggu ada 3 laporan sudah berapa,” kupasnya.
Mendekati nelayan adalah cara terbaik untuk memberi penyadaran agar melakukan tangkapan ikan secara benar. Benar cara yang dijalankan maupun ikan yang boleh diangkat ke daratan. Karena ada beberapa biota laut dilindungi undang-undang sehingga tak boleh dikonsumsi maupun diperjualbelikan.(abi)