Sementara perwakilan warga dari kalangan Kartini yang disuruh mendendangkan lagu Padamu Negeri juga sama. Ada satu kata dalam syair lagu nasional tersebut yang keliru melafatkan. Meski begitu secara umum lagu yang dinyanyikan ditembangkan secara lancar sampai tuntas.
Kasatrolda Ditpolair Polda Jatim AKBP Heru Prasetyo menilai wajar kesalahan yang dilakukan dua perwakilan warga itu. Kejadian ini menggambarkan tidak semua warga NKRI hafal pancasila plus perlambangnya. Bahkan hasil survei sebuah radio swasta di Surabaya menyebut 40 persen mahasiswa di Bandung tidak hafal dasar negara.
“Menghafal lambang pancasila kok terbalik masih biasa. Intinya masih ingat meski tidak hafal. Karena masih ada yang lebih parah,” lontar mantan Wakapolres Banyuwangi, Rabu (27/7/2016).
Quick Wins merupakan program Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kegiatan ini juga menjalankan nawacita Presiden Joko Widodo. Di Banyuwangi, selain menggelar sosialisasi penertiban ajaran radikal Ditpolair Polda Jatim bersama Satpolair Polres Banyuwangi pada Selasa (26/7/2016) malam menggelar cangkrukan bareng warga pesisir Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran dan nelayan Desa Gragajan, Kecamatan Purwoharjo.
“Tiga hari kami melakukan temu muka dengan warga pesisir. Tujuannya memberikan pemahaman tentang hukum perairan serta penaggulangan paham radikal yang berpotensi muncul di kawasan pesisir seperti kasus Poso,” kupasnya mewakili Dirpolair Polda Jatim Kombes Andreas Kusmayadi yang berhalangan hadir karena ada tugas dinas ke Yogyakarta.
Asisten Perekonomian Pemda Banyuwangi, Wiyono MH, yang hadir bersama Wakapolres Banyuwangi Kompol Muhammad Yusuf Usman bersama jajaran forpimda lainnya menilai positif kegiatan polisi perairan. Quick Wins ini merupakan bentuk kepedulian aparat kepolisian terhadap warga Pancer yang jaraknya jauh dari pusat kota.
“Aparat sadar, tidak ada polisi tanpa rakyat. Kalau tidak peduli mana mungkin polisi perairan jauh-jauh datang dari Surabaya dan Banyuwangi menggelar acara di sini,” papar mantan dosen Untag Banyuwangi.
Di mata Wiyono, Pesanggaran termasuk Pancer memiliki potensi setrategis. Selain memiliki tambang emas, kecamatan di ujung selatan Bumi Blambangan juga memiliki wisata pantai yang dikenal dunia. Potensi itu juga bisa menimbulkan kerawanan termasuk berkembangnya paham radikal. Karena itu dirinya mengimbau agar warga tidak mudah salah kaprah dalam memahami paham atau ajaran yang berkembang.
“Memahami kata tunggal banyak yang keliru. Tunggal diartikan satu. Padahal tunggal merupakan satuan-satuan yang dikumpulkan. Makanya pasangan Soekarno – Hatta disebut dwi tunggal,” tegasnya.(Abi)