JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior dari Dapil Provinsi Aceh, Muhammad Nasir Djamil berharap Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepenuh hati menjalankan amanat Undang-Undang tentang kekhususan sejumlah daerah.
Soalnya, kata anggota Komisi III DPR RI tersebut dalam Forum Legislasi dengan tema ‘Bagaimana Masa Depan UU Otonomi Khusus?’ yang digelar secara virtual di Press Room Gedung Nusantara III KOmplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/7), kekhususan terhadap sejumlah daerah seperti Aceh, Papua dan Papua Barat, DI Jogjakarta dan DKI Jakarta dijamin UUD 45.
“Karena alasan tersebut pula, Pemerintah Pusat tidak bisa membuat berbagai regulasi berlaku secara nasional termasuk untuk daerah yang diberi Otonomi Khusus,” kata Nasir yang menyampaikan pandangannya secara virtual.
Selain politisi senior Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI itu, juga tampil sebagai pembicara, anggota DPR RI dari Fraksi partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dapil Papua, Yan Mandenas, Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Batara Lipu, Sekretaris Daerah Jayapura.
Dikatakan Nasir, demikian juga halnya dengan alokasi khusus dana bagi daerah-daerah khusus, hendaknya untuk selamanya. “Kecuali frase ‘khusus’ itu dicabut dari UUD 45,” tegas laki-laki kelahiran Medan, Sumatera Utara ini.
Menyikapi tak optimalnya otonomi khusus dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, Nasir menyebut Pemerintah Pusat yang belum maksimal membina daerah khusus. “Ini berakibat tidak maksimalnya kesejahteraan masyarakat di daerah,” tegasnya, sembari mempertanyakan, apakah dana Otsus itu mengalir betul ke rakyat atau kepada para elite?
Selain itu, Nasir juga menuding, selama ini UU tentang Kekhususan Daerah sering ditelikung oleh UU sektoral. “Pak Jokowi mestinya awasi ini. Kalau daerah khusus sejahtera, itu berarti Indonesia juga sejahtera, karena daerah khusus itu juga Indonesia. Demikian juga kalau Papua dan Papua Barat nantinya mendirikan partai lokal. Itu juga jangan dihalangi-halangi karena dibolehkan konstitusi,” demikian Muhammad Nasir Djamil. (akhir)