JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Dr H Mulyanto menyambut baik kabar adanya insinyur Indonesia yang ikut andil dalam penemuam sumur gas terbesar di Turki. Kabar tersebut merupakan bukti nyata, kemampuan para ahli Indonesia tidak kalah dibanding sejawat mereka di luar negeri.
Bahkan menurut Mulyanto kepada Beritalima.com, Sabtu (29/8), saat ini sudah banyak ilmuwan Indonesia yang mempunyai jabatan strategis di lembaga-lembaga penelitian sains bergengsi di luar negeri. Karena kemampuan mereka, ilmuwan kita di luar negeri sangat dihargai. Mereka diberi kesempatan yang cukup guna meneliti dan mengaplikasikan ilmu yang dipelajari.
“Sayangnya di Indonesia kemampuan ilmuwan-ilmuwan berbakat itu kurang dihargai. Mereka ditempatkan pada lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian. Namun, sarananya terbatas. Bahkan anggaran untuk melakukan riset, persoalan yang penting tidak disediakan secara memadai. Masih kalah dengan anggaran untuk influencer,” ujar Doktor nuklir alumnus Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang tersebut.
Sebelumnya, dikabarkan sejumlah tenaga kerja Indonesia yang turut andil dalam penemuan cadangan gas alam terbesar di sumur Tuna-1 di Laut Hitam, sekitar 100 mil laut di pantai utara Turki, dengan kapasitas 320 miliar meter kubik (atau setara dengan 11.3 TCF).
Angka ini mendekati besarnya cadangan gas di Blok Masela Maluku, yang 303 milyar meter kubik. (10.7 TCF) dan di bawah cadangan gas Blok Natuna, yang sekitar 40 TCF. Total cadangan gas Indonesia (hingga 2018) 135,55 TCF.
Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, penemuan tersebut merupakan prestasi luar biasa dalam industri migas dunia. Apalagi temuan tersebut berada di laut off shore, yang jauh lebih sulit ketimbang on shore. Jadi menurut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini, tidak benar, kalau ada stigma dan bahkan ada pejabat negara yang begutu dekat dengan kekuasaan mengatakan, kualitas para sarjana dan insinyur kita rendah.
Delapan orang insinyur kita ini sekali lagi membuktikan, Indonesia sebenarnya bisa. Bahkan, tidak sedikit para ilmuwan kita yang menjadi professor dan ahli di lab-lab pusat penelitian saintifik internasional, baikdi Jepang, Eropa maupun Amerika.
Mereka produktif menghasilkankarya ilmiah internasional, termasuk paten. Begitu juga alumni insinyur pesawat PTDI (PT Dirgantara Indonesia) yang kini bekerja di Boeing, USA serta industri pesawat terbang di Eropa, yang membuktikan kualitas keahlian mereka untuk mampu bekerja dalam sistem dengan standar internasional.
“Jadi Indonesia tidak kekurangan tenaga ahli. Karena itu kalaupenguasa masih tetap mendatangkan TKA untuk mengisi lapangan kerja domestik kita, apalagi untuk buruh tanpa keahlian, ini langkah mundur luar biasa. Jangankan tenaga buruh domestik, tenaga ahli kita berlimpah, bahkan berprestasi secara internasional,” tegas Mulyanto.
Pengembangan hulu migas di Indonesia, persoalan utama yang dihadapi bukan pada soal SDM tetapi pada masalah investasi dan penggarapan proyek. Proyek Natuna misalnya, Kementerian ESDM sampai saat ini belum ada perkembangan yang berarti dalam penggarapan proyeknya.
Begitu juga Blok Masela terdengar berita Shell akan mundur darikesertaan menggarap Blok ini. Beberapa perusahaan migas dunia, yang beroperasi di Indonesia, terdengar kabar berencana melepas sahamnya dalam pengelolaan blok-blok migas di wilayah kerja Indonesia.
“Secara umum investasi migas ini mengalami penurunan, apalagi selama masa pandemi Covid-19. SKK Migas memproyeksikan realisasi investasi hulu migas tahun 2020 ini sebesar 11,60 miliar USD. Nilai itu jauh di bawah target yang ditetapkan 13,83 miliar USD,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)