JAKARTA, beritalima.com | Pos penjagaan gerbang desa untuk mencegah masuknya penyakit COVID-19 harus dipantau 24 jam, demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Sri Haryanto.
“Jangan sampai ada orang potensi terdampak corona tiba-tiba masuk,” kata Eko dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (31/3).
Membuat pos jaga desa adalah salah satu langkah yang harus dilakukan oleh Desa Tanggap COVID-19 dengan mengawasi dan mendata mobilitas warga, terlebih saat ini masyarakat mulai mudik ke kampung halaman.
“Bukan untuk menghambat, tetapi menjaga masyarakat desa dari corona,” ujar Eko menambahkan.
Petugas pengawas pos jaga harus melakukan pendataan terhadap arus keluar masuk warga, khususnya perantau yang kembali ke desa dan tamu, disertai status mereka sebagai orang dalam pemantauan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP).
Data tersebut kemudian dilaporkan oleh petugas kepada pihak berwenang, yakni tim kesehatan yang berada di tingkat kabupaten.
“Warga desa sendiri juga harus didata. Siapa, kemana perginya. Mereka harus diperiksa dengan alat-alat yang disiapkan,” kata Eko.
Sebagai langkah penanganan awal, relawan Desa Tanggap COVID-19 juga diminta untuk menyiapkan tempat karantina di wilayahnya yang diperuntukkan bagi tamu yang datang dari wilayah terdampak, misalnya Jakarta yang menjadi episentrum pandemi ini di Indonesia.
Sementara bagi warga desa setempat, pekerja atau pelajar rantau yang baru kembali, karantina bisa dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing.