SURABAYA – beritalima.com, Abdul Azis Muhammad, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta, didengar keterangannya sebagai saksi ahli pada sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Henry J Gunawan.
Dalam keterangannya, Azis menjelaskan seputar kewenangan seorang notaris dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB).
“Sesuai undang-undang, kewajiban notaris yaitu harus jujur, seksama, tidak berpihak, dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak,” katanya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (22/1/2018).
Kepastian hukum yang dimaksud Azis, yaitu seorang notaris wajib mengetahui kualitas para pihak yang menghadap kepada dirinya.
“Identitas secara formil para pihak harus ditunjukkan dihadapan notaris. Isi dari surat PPJB juga harus dibacakan kepada para pihak. Jadi ada kepastian hukum yang diberikan notaris,” ucap Azis yang juga menjabat sebagai majelis pengawas notaris Kota Tangerang Selatan.
Ditanyai oleh Sidik Latuconsina, kuasa hukum Henry apa dampak hukum jika notaris tidak melakukan kewajiban tersebut, Azis menjawab bahwa PPJB statusnya cacat hukum.
“Wajib dibacakan kepada para pihak. Jika tidak dibacakan, maka PPJB cacat hukum dan batal demi hukum,” jawabnya.
Azis juga menandaskan bahwa untuk memberikan kepastian hukum, dalam PPJB juga wajib dituliskan batas waktunya, sebab, jika tidak ada batas waktunya, maka PPJB akan bisa disebut kabur.
“Jika tidak ada batas waktu dalam PPJB, maka PPJB tersebut kabur. Dan bisa dipastikan PPJB tersebut batal demi hukum,” tandas Azis saat menjawab pertanyaan Sidik.
Kepada majelis hakim yang diketuai Unggul Warsomukti, Azis menjelaskan jika sertifikat itu merupakan aset perusahaan, maka untuk pelepasan kepada pihak ketiga wajib dilakukan RUPS terlebih dulu.
“Dari RUPS itulah, nantinya perusahaan bisa membuat PPJB dengan pihak yang hendak membeli aset tersebut. Jika kewajiban itu dilewati, maka PPJBnya juga bisa dikatakan batal demi hukum,” jelas Azis.
Terhadap keterangan Azis dimuka persidangan, Sidik mengaku kalau keterangan Azis sebagai saksi ahli sangat menolong Henry yang saat ini tengah dituduh melakukan penggelapan tanah yang dulunya merupakan aset PT Gala Bumi Perkasa (GBP). Menurut Sidik, PPJB atas nama Hermanto telah batal demi hukum lantaran tanah tersebut dijual tanpa melalui RUPS PT GBP terlebih dulu.
Selain itu, kejanggalan dalam laporan yang dituduhkan kepada Henry juga terlihat dipaksakan karena status tanah di Claket, Malang sudah milik PT GBP ketika dijual. Sedangkan, perubahan status tanah menjadi aset PT GBP dilakukan oleh Teguh Kinarto ketika menjabat Direktur Utama yang terafiliasi dengan Heng Hok Soei. Artinya perubahan aset tanah menjadi milik PT GBP bukan dilakukan Henry.
Karenanya, menurut Sidik, laporan polisi yang dibuat notaris Caroline C Kalampuang terhadap Henry sangat lemah.
“Apa yang dilakukan Pak Henry (menjual aset tanah PT GBP ke Yudiavian Tedja dan Anne Tandio) sah. Tadi saksi ahli juga mengatakan sudah terdaftar di BPN atau tidak. Karena nama Hermanto tidak ada dalam catatan BPN, maka Hermanto tidak memiliki legal standing atas tanah tersebut. Yang ada hanya perjanjian (PPJB) yang cacat hukum,” ungkap Sidik usai sidang.
Sidik pun menegaskan, PPJB yang dibuat oleh notaris Caroline atas tanah tersebut telah cacat dan batal demi hukum.
“Saat itu notaris Caroline tidak membacakan isi PPJB kepada para pihak. Hal itu bertentangan dengan UU RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan profesionalitas seorang notaris. Atas dasar itulah PPJB yang dibuat notaris Caroline atas nama Hermanto tidak sah.
“Karena PPJBnya cacat hukum, maka Hermanto tidak memiliki hak apapun atas tanah tersebut. Intinya seperti itu,” pungkas Sidik. (Han)