SUMENEP- Para pegiat wisata di Sumenep mulai protes atas larangan beroperasi objek wisata jelang lebaran ketupat 2020.
KetuaAsosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi) Sumenep, Syaiful Anwar yang juga sebagai penggagas Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata Sumenep menyebut, kebijakan pemerintah dalam memutus mata rantai Covid-19 berat sebelah. Terlihat diskriminatif.
“Saya melihat ada cafe yang disuruh tutup. Tapi cafe yang lain dibiarkan beroperasi. Begitu pun, destinasi wisata yang punya swasta, karyawannya tidak digaji pemerintaah, malah mau dijaga ketat bagai tahanan. Ditakut-takuti lagi supaya tidak buka,” ucap Anwar, Rabu pagi (27/5/2020).
Kata Anwar, larangan membuka objek wisata tanpa ada surat edaran dari Bupati Sumenep. “Ini tak adil. Sementara pusat keramaian, seperti pasar dan toko dibiarkan tanpa menerapkan protokol Covid-19. Ini ada ada apa kok nakut nakuti pelaku wisata,” tanya Anwar keheranan.
“Kalau pemerintah hadir hanya untuk menakut nakuti tanpa solusi, apa bedanya dengan penjajah?,” sambungnya.
Pernyataan senada juga disampaikan Ketua Asidewi Madura Raya, Fadil Abu Aufa. Fadil menilai, pemerintah kurang serius menangani dampak Covid-19, terkhusus pada sektor pariwisata.
Fadil berharap ada atensi dari pemerintah terkait nasib para pelaku wisata.
“Kalau tak boleh beroperasi, apa solusinya. Kalau boleh objek wisata buka, prosedurnya seperti apa? Tetap kita akan ikuti. Tapi, kalau tetap tidak boleh, ya, solusinya mana? Jangan main gertak,” ucapnya dengan nada geram.
Menurut Fadil, sebagian pengelola wisata merasa aneh dengan sikap pemerintah yang tak memiliki konsep menghidupi para pengelola wisata akibat dampak pandemi Covid-19.
“Corona ini sampai kapan?. Kalau gak ada obatnya berarti sampai kapan pun tidak akan hilang. Jika ini yang terjadi, seharusnya sudah ada solusi sehingga tempat wisata ini bisa dibuka kembali. Misalnya, boleh dibuka tapi wajib dengan protokol kesehatan,” urai Fadil.
Fadil setuju pencegahan Covid-19 perlu dilakukan bersama-sama oleh semua pihak. Namun, saat pusat-pusat ekonomi warga ada yang dibuka, seperti cafe, pusat perbelanjaan tetap jalan dan terjadi kerumunan warga, tapi dibiarkan. Para pelaku pariwisata bertanya. “Ada apa ini sebenarnya,” tanyanya.
“Kenapa dunia usaha pada sektor pariwisata tidak diberikan solusi. Padahal, di lokasi wisata jauh lebih mudah menerapkan aturan protokol kesehatan pada pengunjung,” sambungnya.
Seperti diketahui, Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sumenep, Bambang Irianto secara tegas tidak memberi izin seluruh objek wisata di Sumenep beroperasi demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Semua destinasi wisata di wilayah Kabupaten Sumenep, apa itu milik pemerintah maupun milik swasta tidak boleh membuka. Tujuannya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, ” terang Bambang Irianto, kepada wartawan, beberapa hari lalu.
Bambang berharap pengertian semua stakeholder agar bersama-sama peduli dan menjaga serta memutus mata rantai Covid-19 ini dengan jalan menghindari perkumpulan banyak orang.
“Jika masih ada tempat wisata yang masih memaksa untuk membukanya, ada Konsekuensi tersendiri,” pungkasnya.
(**)