MALAYSIA, beritalima.com | Menlu Retno Marsudi didampingi Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan keterangan pers, di Hotel Hyatt, Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (8/8/2019) malam.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur, Malaysia, hari ini dijadwalkan akan menghadiri pertemuan tahunan dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Muhammad, yang dilanjutkan dengan santap siang, dan salat Jumat bersama.
“Kalau kita melihat ketokohan Tun (Mahathir Muhammad, red) dan Presiden Jokowi, maka kita melihat bahwa kedua pemimpin ingin terus menonjolkan the true face of Islam.
Islam yang damai, Islam yang toleran.
Dan salat Jumat bersama ini juga akan memperkokoh tali silaturahmi di antara dua pemimpin tersebut,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi kepada wartawawan di Hotel Hyatt Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (8/8/2019) malam.
Mengenai isu yang akan dibahas dalam pertemuan tahunan, Menlu Retno Marsudi mengemukakan, yang ertama adalah mengenai masalah warga negara Indonesia di Malaysia yang jumlahnya cukup banyak, lebih dari dua juta orang.
Tentunya keberadaan dalam jumlah besar itu ada beberapa isu yang mengikutinya.
Termasuk isu mengenai masalah pendidikan bagi anak-anak TKI kita dan sebagainya dan sebagainya.
Yang kedua, lanjut Menlu, mengenai masalah kelapa sawit, karena antara Malaysia dan Indonesia dua-duanya adalah produsen kelapa sawit yang cukup besar yang kalau digabungkan berarti paling besar seluruh dunia, dan banyak tantangan yang sedang dihadapi oleh kelapa sawit.
Ditambahkan Menlu, Malaysia ini merupakan salah satu negara mitra utama kita terutama di ASEAN.
kalau kita melihat dari perdagangan, maka Malaysia ini adalah mitra dagang ke-7 terbesar atau tujuan ekspor ke-6 terbesar bagi Indonesia. Kalau di ASEAN, maka Malaysia ini adalah mitra kedua setelah Singapura.
Lalu untuk investasi FDI Malaysia adalah ke-5 terbesar.
“Sementara untuk wisatawan adalah yang terbesar karena jumlahnya sudah lebih dari 2,5 juta, warga negara kita jumlah tadi saya sampaikan menurut perkiraan karena banyak sekali yang mungkin tidak ada di dalam daftar kita lebih dari 2 juta,” sambung Menlu. (RR)