JAKARTA, beritalima.com – Keberadaan Tenaga Kerja Asing asal China (TKA China) sudah dianggap meresahkan. Ada kekhawatiran di masyarakat, pencari kerja akan kesulitan mendapat pekerjaan, karena lapangan kerja yang tersedia diisi oleh TKA China. Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Itulah sebabnya, KSPI merasa perlu untuk menyikapi isu TKA China. Seperti diberitakan banyak media, Presiden Jokowi menyebut jika TKA China berjumlah kurang lebih 21 ribu. Presiden juga memerintahkan kepada pihak Kepolisian untuk mencari penyebar hoax bahwa ada 10 juta TKA China di Indonesia.
Keliru jika Presiden meminta agar penyebar hoax diburu. Harusnya pemerintah memastikan tidak terjadi pelanggaran Undang-undang terkait dengan keberadaan TKA China. Bukannya berdebat soal angka. Inilah yang kemudian menyebabkan KSPI bereaksi keras.
Said Iqbal menduga, ini adalah akibat dari Menaker salah memberikan data kepada Presiden. Padahal, yang dipermasalahkan adalah keberadaan TKA China sebagai “pekerja kasar”, tidak berketerampilan.
“Menaker dari dulu seperti itu. Hanya beradu data angka, tetapi menyangkal fakta-fakta di lapangan,” kata Iqbal. Sebagai contoh, awal tahun 2016 lalu, Menaker mendebat soal jumlah buruh yang ter-PHK. Padahal, mestinya, satu orang buruh yang di PHK pun, sudah menjadi permasalahan serius.
Pria yang juga menjabat sebagai Governing Body ILO ini menegaskan, permasalahan TKA China bukanlah soal angka. Tetapi soal hak warga negara dan pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Menurut Iqbal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan sudah mengatur beberapa syarat untuk TKA. Pertama, TKA yang bekerja di Indonesia harus memiliki keterampilan. Dengan demikian, TKA yang tidak memiliki keterampilan tidak boleh bekerja di Indonesia.
Syarat kedua, TKA yang memiliki keterampilan wajib didampingi tenaga kerja lokal asal Indonesia. Tujuannya agar terjadi transfer pengetahuan dan transfer pekerjaan. Dengan demikian, tenaga kerja Indonesia yang mendampingi TKA bisa memiliki keterampilan yang sama dengan TKA yang didampingi. Ketika kemudian dalam rentang waktu tertentu si TKA kembali ke negara asalnya, pekerjaan yang ditinggalkan sudah bisa diisi oleh tenaga kerja lokal. Sedangkan syarat ketiga, menurut Said Iqbal, TKA wajib memahami budaya dimana dia bekerja. Memahami budaya yang dimaksud adalah bisa berbahasa Indonesia. Sayangnya, peraturan bahwa TKA wajib berbahasa Indonesia telah dihapus.
Hal inilah yang kemudian menguatkan dugaan Iqbal, bahwa masuknya TKA China sudah dipersiapkan secara sistematis. Namun demikian, Said Iqbal membenarkan jika jumlah TKA China tidak sampai 10 juta.
“Berdasarkan data KSPI, jumlahnya kurang lebih 100 ribu. Tetapi permasalahannya bukan soal angka,” kata Iqbal.
Ada beberapa hal yang menyebabkan data berbeda. Pertama, Kemenaker bersifat pasif. Sumber data Kemenaker dari Disnaker Kabupaten atau Provinsi. Sedangkan Disnaker menerima laporan dari perusahaan yang menggunakan TKA China. Sehingga bisa dikatakan, mereka sudah memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Ijin Menggunakan Tenaga kerja Asing (IMTA).
“Kalau TKA yang masuk adalah illegal, mana mungkin dilaporkan?” tandasnya.
Hal lain yang menyebabkan data tersebut berbeda, karena data Kemenaker yang tercatat adalah TKA yang memiliki keterampilan. Sedangkan yang dipermasalahkan adalah tenaga kerja yang tidak berketerampilan.
Masih menurut Iqbal, tujuan investasi adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannaya diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan dan menekan angka pengangguran.
“Jika investasi China masuk disertai unskilled worker, maka tidak akan tercapai penguranagan kemiskinan, karena tenaga kerja lokal tidak bisa mengisi investasi China tadi,” ujarnya.
Permasalahan TKA sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1970. Sebagai contoh, beberapa negara mengirimkan TKA ke Indonesia. Sebut saja Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, hingga Amerika. Namun TKA asal negara-negara ini tidak bermasalah, karena tidak membawa unskilled worker.
Sebenarnya TKA China yang masuk ke Indonesia tidak illegal. Mereka masuk ke Indonesia resmi, tetapi kemudian bekerja pada tempat yang tidak seharusnya. Iqbal menduga, kebijakan ini sudah disiapkan dari awal. Pintu masuknya adalah bebas visa. Hal lain adalah dihapusnya syarat bisa berbahasa Indonesia.
Terkait dengan itu, KSPI meminta agar penggunaan TKA China dihentikan, serta kebijakan bebas visa, khususnya untuk China di cabut.
Beberapa langkah yang disiapkan KSPI, mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit), karena dengan maraknya TKA China, ada hak warga negara yang terabaikan.
“Paling lambat akhir Januari ini gugatan tersebut akan didaftarkan,” tegas Iqbal.
Selain itu, KSPI juga mendesak agar DPR RI segera membentuk Pansus tentang Tenaga Kerja Asing. Puncaknya, pada tanggal 6 Februari 2017 nanti, KSPI akan melakukan aksi besar-besaran di 20 provinsi, yang salah satunya adalah hentikan TKA China. dedy mulyadi