SURABAYA, Beritalima.com|
Konflik berkepanjangan antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, menimbulkan dampak yang luar biasa, baik bagi umat manusia di dunia, maupun cuaca yang sangat ekstrim yang berpengaruh pada kelangsungan hidup manusia.
“Kondisi saat ini meninjau ulang kebijakan pemerintah pusat, terutama kebijakan yang sudah dilakukan. Jadi kita belajar lewat iklim El Nino, di mana negara-negara Itu kan juga berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup warganya masing-masing. Sementara negara Indonesia tidak mempersiapkan itu. Meskipun jauh-jauh hari kita diperingatkan oleh BMKG bahwa El Nino ini sangat ekstrim yang berdampak terhadap lingkungan,” tutur anggota DPRD provinsi Jatim Drs Subianto MM.
Subianto menyesalkan sikap pemerintah yang selalu menyelesaikan masalah dengan mengimpor.
“Padahal Indonesia ini sangat kaya raya, kita bisa memproduksi kebutuhan hidup kita sendiri secara swasembada, masalahnya, Pemerintah tidak punya inisiatif untuk memperbaiki sektor-sektor penunjang itu. Dan yang paling fatal adalah pemerintah tidak konsisten terhadap pemberian pupuk subsidi,” tegasnya.
Anggota komisi B DPRD provinsi Jatim ini menyebutkan, permasalahan pupuk subsidi yang terus dikurangi ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya minat untuk memperbaiki taraf hidup petani, dan tidak mungkin tercapai swasembada pangan.
“Masalah pokoknya cuma terletak di pupuk subsidi. Yang jadi pertanyaan, masalah pupuk ini sampai saat ini tidak terselesaikan, malah pemerintah memberikan tambahan lahan untuk petani. Kesannya untuk menutupi seolah swasembada pangan bisa dicapai jika lahannya luas. Padahal justru masalah utamanya adalah tidak tersedianya pupuk subsidi yang memadai,” tukasnya.
Ketika kemudian terjadi El Nino berkepanjangan, dunia mulai dilanda krisis pangan, Indonesia belum menyadari juga betapa pentingnya memelihara pertanian sebagai cikal bakal kebutuhan pangan warga Indonesia.
“Semua negara sedang dilanda krisis pangan, jadi mereka tidak mungkin mengekspor beras dan bahan pangan yang lain. Negara-negara ini cenderung menjaga kebutuhan pangan untuk warga mereka sendiri. Bagaimana jika kemudian Indonesia yang membudayakan impor ini tidak mendapatkan beras dari negara manapun?,” sesalnya.
Menurut politisi senior partai Demokrat ini, dengan kondisi yang memprihatinkan ini, pemerintah harusnya belajar mendengar dan mengapresiasi keluhan petani. Berilah apa yang dibutuhkan oleh petani, karena kalau kebutuhan petani terpenuhi, pihaknya yakin swasembada pangan bukan isapan jempol belaka.(yul)