KUPANG, beritalima.com – Kebijakan Rancana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sehingga pemerintah di daerah juga berkewajiban berupaya terwujudnya perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Pernyataan ini, disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna H. Laoly, di aula Fernandes, kantor Gubernur NTT, Jumat (6/4), saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) RAN HAM yang dirangkai dengan Kekayaan Intelektual serta Rapat koordinasi Peduli HAM se provinsi NTT. Acara tersebut, menghadirkan para Bupati dan Walikota se NTT sebagai peserta, juga Kepala Biro Hukum, Kepala Bagian Hukum pemerintah kabupaten dan jajaran lingkup Kanwil Hukum dan HAM NTT.
Selain itu, dilakukan penandatangan nota kesepahaman Peduli HAM antara Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris, dengan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, Ketua DPRD, H. Anwar Pua Geno dan para Bupati serta Walikota. Nota kesepahaman ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah provins dan kabupaten dalam pelaksanaan RAN HAM di daerah sesuai kewenangan masing-masing.
Menteri Yasonna Laoly, mengatakan perkembangan dan kemajuan di bidang sosial dan ekonomi harus dibarengi dengan penanganan hak asasi manusia dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Untuk itu, menurut dia, pemerintah dituntut memiliki komitmen dalam menegakan HAM bagi masyarakat yang diimplementasikan melalui program dan kegiatan yang responsif HAM.
‘Saya berharap dari rakor ini, implementasi HAM tidak hanya pada tataran konseptual tetapi harus mampu dijabarkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan berbasis HAM. Sebab, strategi RAN HAM bertujuan untuk memberikan arah bagi pencapaian terciptanya masyarakat madani dan sejahtera,” jelas Menteri.
Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mengatakan terdapat tujuh kabupaten di NTT yang telah meraih predikat Peduli RAN HAM. Yaitu, kabupaten Sikka, Kota Kupang, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Flores Timur, Nagekeo dan kabupaten Alor. Juga di provinsi NTT telah dibentuk Sekretariat Bersama (Sekber) RAN HAM, baik di provinsi maupun di kabupaten.
Menurut Lebu Raya, pelaksanaan RAN HAM di setiap tingkatan dibutuhkan adanya peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. Dengan begitu, pelaksanaan RAN HAM di daerah dapat berjalan dengan baik. Lanjut Gubernur, implementasi RAN HAM di daerah, membutuhkan keterlibatan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) peduli HAM, Akademisi, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan stakeholder lainnya.
“Saat ini di NTT terdapat masalah kemanusiaan terkait HAM. Sedang mencuat soal Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Sementara diupayakan melalui berbagai cara supaya dapat mencegah kasus TKI ilegal di daerah ini. Tentu memerlukan keterlibatan seluruh elemen, termasuk pentingnya pengawasan dari pihak Imigrasi,” tutur Lebu Raya.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM NTT, M. Diah, selaku ketua panitia rakor RAN HAM se NTT, mengatakan strtegi pelaksanaan RAN HAM 2015-2019, melalui penguatan peraturan perundang-undangan dalam perspektif HAM. Meliputi, pendidikan peningkatan kesadaran masyarakat tentang HAM, penerapan norma HAM dan pelayanan serta Komunikasi bagi masyarakat.
Sedangkan capaian yang ingin dicapai, terciptanya hubungan yang terjalin harmonis antara Kanwil Kementerian Hukum dan HAM NTT dengan jajaran pemerintah provinsi, DPRD NTT , pemerintah kabupaten dan kota, terutama dalam pembahasan Peraturan Daerah (Perda).
Turut dalam rombongan Menteri Yasonna Laoly, antara lain, Inspektur Jenderal, Kemenhukham, ArdirArmin Daud, Staf Khusus Kemenhukham, Railton Hasibuan, Karo Umum, Kemenhukham, Ferdinand Siagian dan Karo Kepegawaian, Kemenhukham, M. Arifin.(*/Ang)