KUPANG, beritalima.com – Progam Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) adalah progam unggulan Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan produksi tanaman jagung, populasi ternak sapi dan kesejahteraan petani dan keluarganya.
Tahun ini, luas areal tanam Program TJPS tahun 9.000 hektar. Dari seluas 9.000 hektar tersebut, sudah tanam pada musim tanam dua (musim kemarau) 2021 seluas 4.000 hektar lebih. Salah satu hasil yang sudah dipanen adalah saat panen secara simbolis Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat di Desa Manusak, Kabupaten Kupang, Jumat (5/11/2021).
Sebelumnya, panen jagung Program TJPS juga sudah dilakukan oleh Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, beberapa waktu lalu di Baumata, Kabupaten Kupang.
“Dari seluas 4.000 hektar lebih yang ditanam pada musim tanam II (musim kemarau) sebagian sudah dipanen, yaitu kabupaten Malaka, Belu, Manggarai Barat, serta kabupaten lainnya. Dan sisanya kita tanam pada musim tanam tahun ini kurang lebih 4.000 hektar. Sehingga total TJPS tahun ini 9.000 hektar,” kata Kepala Dinas Pertanian Lucky F. Koli, saat ditemui beritalima.com di ruang kerjanya, Selasa (9/11/2021).
Selanjutnya, Lucky Koli mengatakan, tahun 2022, Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Timur meningkatkan luas areal tanam Program TJPS menjadi 60.000 hektar dengan skema baru, yakni dengan memanfaatkan dana kredit usaha rakyat (KUR).
“Karena APBD kita terbatas, pelayanan kita banyak, sehingga kita mendorong petani untuk bisa berhubungan dengan lembaga jasa keuangan, sehingga mendapatkan pembiayaan. Kita siapkan benih-benih yang produktivitasnya tinggi minimal tujuh ton per hektar. Nanti dari sisi produktivitasnya itu bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih signifikan,” jelas Lucky Koli.
“Kalau ditanam, tujuh ton per hektar maka dalam satu hektar itu bisa menghasilkan Rp28 juta. Penghasilan Rp28 juta itu biaya inputnya yang diperoleh dari dana KUR itu bisa Rp9 juta sampai Rp10 juta. Kalau dia panen tujuh ton mendapat Rp28 juta dipotong biaya input dia masih dapat Rp18 juta rupiah per hektar,” kata dia menambahkan.
Dikatakannya, penghasilan Rp18 juta itu bisa menyiapkan ternak unggas, ternak kecil, sampai pada ternak sapi, sehingga membangun ketahanan ekonomi yang lebih panjang. “Proses ini kita harapkan akan bergulir terus,” ujarnya.
Untuk memastikan harga dan hasil produksinya, lanjut Lucky Koli, pemerintah provinsi juga sudah menyiapkan off taker-off taker besar, yang kita minta mereka datang ke sini untuk bisa bertanggungjawab. Sehingga nanti kebutuhan benih dan pupuk bisa datang dari off taker dengan memanfaatkan dana KUR.
“Karena itu, kita minta mereka memberikan benih yang produktivitasnya tinggi untuk nanti jagung yang dihasilkan bisa memberikan kontribusi bagi produksi jagung nasional untuk kepentingan produksi pangan ternak, sekaligus juga kita siapkan bahan baku jagung sebagai produksi pangan ternak di NTT yang akan dibangun tahun 2022,” ungkap Lucky Koli.
“Jadi skema yang kita siapkan ini, adalah ekosistem yang utuh. Karena di dalamnya itu ada asuransi tenaga kerja usaha tani sehingga ada jaminan kalau gagal panen bisa di handle (ditangani) oleh swasta,” kata Lucky Koli.
Menurutnya, para petani begitu habis panen langsung melakukan transaksi dengan off taker, dan uang langsung ke rekening petani. “Skema ini yang memang kita siapkan sesuai arahan Bapak Gubernur,” kata Lucky.
Ia menambahkan, tahun 2022 pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur akan membangun pabrik berbahan baku jagung.
Sejak tahun 2019, petani sudah panen jagung Program TJPS tiga kali setahun.
“Kita lihat kelemahan-kelemahan dari sisi produksi dalam dua sampai tiga tahun terkahir ini kita evaluasi terus kita bikin skema baru,” jelasnya.
Dalam skema baru ini, jelas Lucky Koli, satu ekosistem yang besar yang menghubungkan semua stakeholder di dalamnya ada masyarakat, perguruan tinggi, pemerintah, perbankan, asuransi, off taker, Industrialis.
Ketika semua ini dilayani kebutuhan petani maka hasinya akan diambil oleh off taker sebagai pembeli jagung dengan harga yang kita sudah sepekati, yaitu harga minimal Rp3.200 per-kilogram. Sedangkan harga maksimal mengikuti harga pasar. “Pengusaha tidak boleh beli dibawa yang sudah dipatok oleh pemerintah. Nanti ada perjanjian kerja sama,” kata dia menambahkan. (L. Ng. Mbuhang)