WONOSOBO, beritalima.com | Berbagai rangkaian kegiatan ditampilkan pada puncak acara hari jadi kabupaten Wonosobo ke- 194 tahun 2019 yang digelar di alun – alun Wonosobo.
Berbagai rangkaian acara tersebut diantaranya gelar budaya 1000 tenong, tampilan kesenian tradisional, dan launching inovasi paten untuk 15 kecamatan.
Pada kesempatan tersebut Bupati Wonosobo, Eko Purnomo mengatakan hari jadi kabupaten Wonosobo ke- 194 pemerintah daerah berkomitmen mempertahankan tradisi kebudayaan Wonosobo untuk menghormati jasa – jasa yang sangat tinggi kepada para pendahulu kita.
Lebih lanjut disampaikan, di hari jadi ini jajaran Forkompinda juga melaunching inovasi paten untuk 15 kecamatan.
“Ini bentuk komitmen Pemkab wonosobo dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak hanya di kecamatan melainkan sampai ke desa – desa.” Terang Eko Purnomo.
Sementara Kepala Disparbud Wonosobo Drs. One Andang Wardoyo, M.Si, menjelaskan rangkaian hari jadi Wonosobo selain diisi dengan kesenian dari daerah sendiri juga ada dari kabupaten sahabat yaitu kabupaten Subang dari Jawa Barat.
One Andang melanjutkan, Bupati Wonosobo mendapat SK penetapan beberapa seni budaya lokal menjadi hak milik Wonosobo.
“Yang sudah paten milik kita yaitu cukur rambut gimbal dan upacara ha’ ha’an yang dilakukan 4 tahun sekali di desa Tegalombo kecamatan Kalikajar juga paten milik Wonosobo.” Ujarnya .
Dia menjelaskan pula bahwa seribu tenong yang digelar menandakan pemerintah kabupaten ingin lebih dekat kepada rakyat salah satunya pelayanan.
“Para pejabat yang membawa tenong dan isinya bisa dinikmati bersama rakyat. Hal tersebut sebagai gambaran pemerintah wonosobo dalam melayani masyarakat dilakukan dengan sepenuh hati.” Beber One Andang.
Terpisah kapten inf Heru Utomo, menyampaikan saat menjadi pemimpin upacara di hari jadi Wonosobo ke -194 merupakan tugas yang sangat luar biasa.
“Menjadi komandan upacara dalam rangka hari jadi Wonosobo ke 194 menjadi kebanggaan bagi saya khususnya dan bagi Kodim pada umumnya.” tuturnya.
Komandan upacara ini mengungkapkan alasannya.
“Karena dalam upacara ini menggunakan bahasa dan pakaian adat Jawa sehingga membutuhkan kesiapan mental yang tidak mudah. apalagi didahului dengan acara kirab sehingga semua menjadi sangat bermakna.” Pungkas Heru Utomo. (Budi)