ACEH, Beritalima-Paska Aksi Pembakaran Fasilitas PT. Asdal Prima Lestari di Desa Lae Langge Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam pada Rabu 2 Agustus 2017 sekitar pukul 22:00 WIB, Polres Aceh Singkil menangkap 4 orang warga.
Warga yang ditangkap tersebut adalah Zazuli bin Zaipuddin warga Desa Kapa Seusak, Kecamatan Trumon Timur, Aceh Selatan, Jamal Bin Endeng (30) warga Desa Lae Langge, Bolon Padang (57) warga Sigrun Langge, serta Samsudin bin Alm Rajali (42) warga Desa Lae Langge Kec. Sultan Daulat Kota Subulussalam.
Penangkapan warga tersebut dilakukan pada malam hari, ke 4 warga tersebut diduga keras melakukan dugaan tindak pidana perusakan dan kekerasan terhadap orang atau barang, pasal yang dikenakan kepada warga yang ditangkap adalah pasal 200 ayat (1) ke 1e dan 2e Jo Pasal 170, ayat (1) ke 1e Jo Pasal 55 Jo Pasal 56 dari KUHP.
Saat ini ke 4 warga yang ditangkap di tahan di Rumah Tahanan Negara Polres Aceh Singkil. Berdasarkan wawancara dengan keluarga, sampai dengan Kamis tanggal 17 Agustus 2017 pihak keluarga belum diizinkan bertemu dengan warga yang ditahan, bahkan pakaian dan makanan yang dibawa oleh keluarga korban juga tidak boleh diserahkan kepada para tersangka, ujar M.Nur Selaku Direktur Walhi Aceh, Minggu, 20 Agustus 2017 dalam siaran pers diterima.
“Upaya untuk mempertemukan keluarga dengan 4 warga yang di tahan juga sudah diupayakan oleh Walhi Aceh, upaya tersebut dilakukan dengan melalui pengacara Walhi Aceh untuk memfasilitasi pertemuan tersebut, akan tetapi pihak Polres Aceh Singkil melalui Kasat Reskrim Iptu Agus Riwayanto Diputra, SIK, tidak mengizinkan istri Zazuli yang sedang hamil 8 bulan dan istri Jamal yang membawa anaknya yang masih kecil-kecil untuk bertemu dengan warga yang ditangkap,” kata M.Nur.
Alasan Kasat Reskrim saat ini , dikatakan oleh M.Nur bahwa pihak Polres Aceh Singkil sedang melakukan pendalaman terhadap kasus dan dikhawatirkan ke 4 warga yang ditahan akan membocorkan informasi yang digali dari para tersangka terkait orang-orang yang akan ditangkap serta aktor intelektual yang akan dijadikan tersangka, paparnya.
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menambahkan bahwa konflik warga dengan PT. ASDAL telah terjadi sejak 1996, “hingga saat ini konflik tersebut belum ditangani secara serius oleh pemerintah, oleh karenanya Walhi Aceh meminta kepada Pemerintah Aceh untuk meninjau ulang izin bahkan mencabut izin PT. ASDAL. Pemerintah Aceh juga diminta untuk tidak memperpanjang Izin PT. ASDAL yang akan habis masa berlaku pada tahun 2018 nanti,
Selain itu, Walhi Aceh memberikan pendampingan hukum kepada warga yang ditangkap, bagi Walhi memandang hak warga mempertahankan hak kedaulatan atas hutan dan lahan sebagai wujud perjuangan dilakukan warga, untuk itu meminta pemerintah Aceh untuk mengambil alih penyelesaian kasus konflik antara PT Asdal dengan warga baik pidana maupun perdata sehingga desa yang dihimpit PT Asdal tidak lagi mencekam seperti masa konflik Aceh masa lalu,’’(Aa79)