SURABAYA – beritalima.com, Persidangan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dwelling Time PT Pelindo III yang menjerat PT Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS) sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (3/1/2019).
Pada sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak menghadirkan tiga orang saksi, yakni Seno, Manajer Keuangan PT Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS), Erika Legal TPS, dan Jenny Accountingnya.
Seno dalam kesaksiannya mengatakan, PT Akara Multi Karya (AMK) memang telah membuat perjanjian kontrak dengan PT TPS terkait pengelolaan bongkar muat impor barang. Namun, diakhir kontraknya, PT AMK masih tetap melakukan pungutan pada importir.
“Perjanjian kontraknya berakhir pada April 2016 tapi pungutan tetap dilakukan sampai pada bulan Agustus 2016,” kata Seno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ditambahkan Seno, sebelum disahkan, perjanjian itu sebelumnya sudah dikoordinasikan lebih dulu dengan pihak PT AMK. Salah satu janjinya PT AMK akan memberikan kompensasi sewa lahan dan menerapkan tarif yang kompetitif pada setiap pengguna jasanya,
“Sepanjang tahun 2014 hingga 2016, ada dana masuk dari AMK sebesar 14 miliar rupiah lebih,” kata Seno saat bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Tak hanya itu saja, Seno juga mengungkapkan adanya pelanggaran isi perjanjian yang dilakukan PT AMK, pelanggaran itu terkait pemungutan biaya on-chasis yang dibebankan pada importir.
“Itu tidak ada dalam kontrak perjanjian,” tambah saksi Seno.
Sedangkan saksi Jenny menyatakan bahwa duit 14 miliar lebih itu didapatkan TPS dari AMK melalui transfer dari rekening BRI. Namun uang masuk sebesar 14 miliar lebih itu, ternyata dalam pembukuan PT TPS tidak diketahui masuk dalam pos anggaran yang mana. Padahal secara periodik dia selalu memberikan laporan keuangan kepada atasannya.
“Laporan keuangan itu secara periodik sudah dilaporkan dan diperiksa sama pak Seno, atasan saya,” ujar Jenny.
Pernyataan Seno dan Jenny terkait adanya uang masuk dari AMK ke TPS sebesar Rp 14 miliar lebih ini ternyata memicuh perdebatan. Sebab dalam persidangan ini JPU hanya menghadirkan bukti rekening sebesar Rp 3 miliar lebih sebagai barang bukti.
“Sebentar-sebentar, ini yang 10 milliar lebih mana,? Kok pak jaksa hanya melampirkan bukti rekening yang 3 miliar lebih saja. Ingat, rekening-rekening itu masuk menjadi barang bukti di persidangan,” tanya Nursyam, ketua majelis hakim dalam perkara ini.
Menjawab pertanyaan seperti itu, Seno selaku Manajer Keuangan PT TPS menjawab, setelah ada pemeriksaa dari Mabes Polri terkait dwilling time, tiba-tiba uang 14 miliar lebih itu sudah masuk dalam RUPS dan sekarang uang 14 miliar itu sudah disita polisi melalui 2 kali tahapan.
“Yakni Rp 10 miliar lebih dan Rp 3 miliar lebih,” jawab Seno.
Sementara saksi Erika menegasakan bahwa PT TPS memberikan rekomendasi pengelolaan Dwiling Time kepada PT AMK untuk tujuan mempercepat arus bongkar muat barang, tapi dengan tarif yang kompetitif. Sebab sebelumnya Pelindo III punya depot pemeriksaan tersendiri yang lokasinya berada diluar pelabuhan.
“Itu memang menjadi konsen TPS menggandeng AMK. Karenannya PT AMK menerima pembayaran dari pengguna jasanya. Lokasi yang dimaksud dalam perhanjian itu ada di Blok W,” tegas Erika.
Usai persidangan, JPU Yusuf Akbar menilai, keterangan saksi Seno telah menguatkan surat dakwaannya.
“Unsur TPPU nya sudah jelas, PT TPS telah menerima uang dari PT Akara Multi Karya, dan itu harus bisa mereka buktikan, sebab salah satu unsur dalam TPPU adalah pembuktian terbalik,” kata Yusuf Akbar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kasus ini merupakan tindak lanjut dari pengungkapan pungli Dweling time yang dilakukan PT Akara Multi Karya terhadap para importir saat melakukan bongkar muat impor barang di PT TPS, anak perusahaan PT Pelindo III.
Pada kasus pungli dweling time ini terbagi dalam beberapa perkara dan tersangka. Kasus pungli ini dikemas kedalam jeratan pidana umum. Beberapa orang sudah diadili di PN Surabaya.
Mereka yang diadili adalah, Mantan Dirut PT Pelindo III, Djarwo Surdjanto, Mantan Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III, Rahmat Satria,, Mantan Manajer Pelindo III, Firdiat Firman, Dirut PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea dan Istri Djarwo Surdjanto, yakni Mieke Yolanda Fransiska alias Noni.
Dari kelima orang ini, hanya satu orang yang dinyatakan bersalah yakni Firdiat Firman, sedangkan empat lainnya dibebaskan oleh Hakim PN Surabaya. (Han)