SURABAYA, beritalima.cm – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan bersikap tegas kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang terjaring razia di jalanan Kota Pahlawan. Utamanya bagi PMKS yang sudah kesekian kali terjaring razia di kota yang akan menjadi tuan rumah konferensi internasional Prepcom III for UN Habitat III ini. Pemkot Surabaya sudah mengantongi data dan akan memproses hukum PMKS yang ketahuan kembali beroperasi di Surabaya.
Penegasan tersebut disampaikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ketika hendak memulangkan 54 orang PMKS ke daerah asalnya, Senin (11/7) di halaman Taman Surya. Ke-54 orang PMKS tersebut terjaring saat “beroperasi” di Surabaya selama bulan Ramadhan lalu. Mereka berasal dari beberapa kota di Jawa Timur
Disampaikan wali kota, Pemkot Surabaya memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang larangan PMKS beroperasi di Surabaya. Yakni Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum. Di Pasal 36 juga ditegaskan, setiap orang dilarang beraktivitas sebagai pengemis, mengkoordinir untuk menjadi pengemis, mengeksploitasi anak atau bayi untuk menjadi pengemis serta memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis.
“Kami punya datanya. Jadi kalau sampai kembali lagi dan tertangkap lagi, kami tahu dan kami tidak segan akan memproses melalui jalan hukum. Karena di Surabaya ada Perda yang melarang,” tegas wali kota.
Wali kota peraih penghargaan Ideal Mother Award 2016 ini juga berpesan kepada para PMKS tersebut bahwa tidak ada yang lebih terhormat selain bekerja. Meminta-minta bukanlah jalan yang mulia. Apalagi, dari 54 PMKS tersebut, ada beberapa orang yang masih berusia muda dan kondisi fisiknya juga sehat.
Wali kota lantas menunjukkan beberapa pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya yang meski berusia senja tetapi masih mau bekerja. Ada petugas Linmas yang berusia tua. Ada juga pak Munip yang sudah berusia 71 tahun. Wali Kota Risma menyampaikan bahwa usia tua bukan halangan untuk bekerja mencari penghasilan yang halal. “Lihat Pak Munif ini, walau sudah tua tapi tetap bekerja. Beliau tidak mau bermalas-malasan. Karena memang, tidak ada yang lebih terhormat selain bekerja dibanding mengemis. Selama ada niat baik, Tuhan pasti memberi jalan,” sambung wali kota yang baru saja memiliki cucu pertama ini.
Wali kota juga memberi sorotan khusus adanya beberapa wanita tuna susila (WTS) yang terjaring di bantaran kali Jagir. Apalagi, setelah dilakukan pengecekan, dari lima WTS yang terjaring, dua di antaranya positif mengidap HIV-AIDS. “Kami juga sudah berikan surat keterangan ke Dinkes dan kepala daerah para WTS ini, bahwa mereka positif HIV-AIDS. Sehingga akan ada perhatian khusus agar mereka tidak lagi bekerja seperti ini,” ujar wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo menambahkan, sebanyak 54 orang PMKS yang terjaring selama Ramadhan tersebut terdiri dari psikotik (empat orang), gepeng (45 orang) dan wanita tuna susila (lima orang).
Menurut Supomo, bila PMKS yang terjaring merupakan warga luar Kota Surabaya maka tindakan yang dilakukan Pemkot adalah dengan memulangkan ke kampung halaman masing-masing. Kali ini, ke-54 PMKS tersebut akan dipulangkan ke daerah asalnya seperti Gresik, Lamongan, Tuban, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri, Blitar, Pasuwuran, Banyuwangi, Probolinggo, Jember, dan Madiun. Mereka dipulangkan dengan menggunakan 11 mobil yang disiapkan Pemkot Surabaya.
Sebelum dipulangkan, pihaknya telah mengajarkan pelatihan dasar selama lima hari. Selain itu pihaknya mengirim surat kepada pejabat tempat asal PMKS tersebut agar memperhatikan masyarakatnya. Khusus untuk psikotik, mereka baru bisa dipulangkan ke daerah asalnya kalau sudah sembuh. Selama proses penyembuhan, mereka dikarantina.
“Selama perjalanan menuju kota asalnya, mereka akan didampingi oleh petugas dari Dinsos sampai tempat tujuan. Dan ketika sudah kami pulangkan, mereka menjadi tanggung jawab nya kepala daerah masing-masing,” ujarnya.(*)