Punya Novum, Bos PT. Surabaya Country Ajukan PK

  • Whatsapp
SURABAYA – beritalima.com, Bambang Poerniawan, terpidana 1,6 tahun kasus penggelapan saham PT. Surabaya Country, mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dengan novum baru. Berkas PK tersebut diajukan melalui persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Rabu (20/11/2019).
Pada persidangan perdana PK,  majelis hakim yang terdiri dari Edy Soeprayitno (ketua), Khusaini (anggota) dan Pesta Sitorus (anggota) menolak permintaan tim kuasa hukum pemohon untuk membacakan permohonannya lantaran tidak dihadiri Bambang Poerniawan selaku pemohon.
 
“Sama sama kita ketahui dalam aturan, Pemohon wajib hadir, kecuali pemohon ada dalam tahanan. Sedangkan pemohon ini kan tidak ditahan dan belum pernah menjalani hukuman. Jadi untuk pembacaan permohonannya kita tunda dulu ya,” kata ketua majelis hakim Edy Soeprayitno pada Alamsyah Hanafiah selaku kuasa hukum pemohon dalam persidangan diruang Sari 3.
 
Saat ditanya alasan ketidakhadiran Bambang, Alamsyah mengaku yang bersangkutan masih ada pekerjaan diluar Surabaya.
 
“Masih ada urusan pekerjaan, nanti sidang berikutnya akan kami hadirkan,” ujar Alamsyah menjawab pertanyaan majelis hakim. 
 
“Kalau begitu sidang kami tunda, Rabu depan tanggal 27,” pungkas hakim Edy Soeprayitno menutup persidangan.
 
Usai persidangan, Alamsyah Hanafiah menjelaskan, Dalam upaya hukum PK tersebut, pihaknya mendapatkan alat bukti baru yang selama ini tidak ada dalam berkas perkara. 
 
“Tudingannya adalah penggelapan jabatan. Dan uang yang dimaksud oleh pelapor sama sekali tidak digunakan pemohon, sampai sekarang uang itu masih utuh di rekening perusahaan. Itu yang kami pakai sebagai nouvum atau bukti baru pada permohonan PK ini,” jelas Alamsyah Hanafiah. 
 
Dijelaskan Alamsyah, perkara ini timbul ketika Susastro Soephomo (pelapor) menyetorkan saham sebesar Rp 510 juta ke PT Surabaya Country sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun saat saham tersebut diserahkan, ternyata sudah melebihi dari batas waktu yang ditentukan.
 
“Dua Minggu kemudian, dia (pelapor) mentrafer melalui rekening bank. Saat itu RUPS sudah ditutup, sudah dibuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga baru. Ketika penambahan saham tersebut akan dimasukkan sebagai modal tambahan, penanaman saham yang lain keberatan karena menang sudah ditutup,” jelasnya.
 
Setelah tidak diterima oleh penanam saham lainnya, Bambang Poerniawan selaku Direktur sudah berusaha mengembalikan modal yang disetor pelapor, tapi ditolak.
 
“Akhirnya diupayakan konsinyasi tapi itukan ranah perdata sehingga tidak bisa. Uang itulah yang dimaksud oleh pelapor digelapkan. Padahal uang itu masih utuh di rekening perusahaan bukan di rekening pribadi milik Direktur. Karena itu si Bambang divonis bebas murni oleh PN Surabaya, tapi oleh MA dinyatakan bersalah,” tandasnya.
 
Ketika ditanya ketidakhadiran Bambang Poerniawan ke persidangan perdana permohonan PK nya  lantaran khawatir akan dieksekusi oleh Kejaksaan, Alamsyah menolaknya.
 
“Sejauh ini yang bersangkutan kooperatif, kami akan buktikan itu,” tukasnya.
 
Sementara, JPU Ratna Fitri Hapsari mengaku siap menghadapi permohonan PK yang diajukan Bambang Poerniawan.
 
“Kami tetap menghormati upaya hukum yang dilakukan terdakwa. Dan kami berkeyakinan dengan apa yang kami dakwakan. Alhamdulillah kasasi kami diterima oleh MA,” pungkasnya.
 
Diketahui,  Bambang Poerniawan pada 2 Juli 2018 telah divonis bebas pada putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Surabaya oleh ketua majelis hakim Sigit Sutriono pada sidang yang digelar diruang Kartika 2.
 
Pada putusan bernomor 571/PID.B/2018/PN. SBY tersebut, hakim membebaskan Bambang dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang telah menuntut Bambang dengan pidana penjara selama 2 tahun.
 
Akan tetapi, berdasarkan putusan bernomor 82K/PID/2019 yang dibacakan pada Rabu 27 Maret 2019 lalu oleh majelis hakim agung yang diketuai Dr Suhadi SH, MH, menyatakan Bambang Poerniawan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan, dan memerintahkan untuk segera ditahan. 
 
Dalam kasus ini, Bambang Poerniawan dilaporkan oleh Susastro Soephomo atas penggelapan saham yang disetorkan ke PT Surabaya Country sebesar Rp 510 juta.
 
Diketahui pula,  PT. Surabaya Country pada 12 Maret 2015 pernah melakukan RUPS yaitu pada tanggal 12 Maret 2015, dengan berita acara RUPS (tulisan tangan) antara lain :
1. Menerima laporan keuangan tahun buku 2011 s/d 2014 yang disampaikan oleh Direksi.
2. Para pemegang saham sepakat mengeluarkan modal dalam simpanan Welly Poedjianto (420 saham atau senilai Rp 420 juta), Bambang Poerniawan (330 saham atau senilai Rp 330 juta), Djuniadi Setiawan Harlim (selaku direktur PT. Alfa Stilindo 240 saham atau senilai Rp 240 juta), Susastro Soephomo (300 saham atau senilai Rp 300 juta), dan Safii (210 saham atau senilai Rp 210 juta).
3. Para pemegang saham akan menyetor modal tambahan tersebut paling lambat 3 minggu setelah dilakukan RUPS. Dan menyetujui untuk membayar cicilan pada Bank Ekonomi sesuai saham yang dimiliki.
4. Menindaklanjuti RUPS tersebut 3 orang pemegang saham lantas menyetorkan uang sebagai tambahan modal PT. Surabaya Country yakni: Bambang Poerniawan menyetorkan uang ke rekening Bank Ekonomi No.rek 650054489900 a/n PT Surabaya Country pada tanggal 6 April 2015 sebesar Rp 330 juta. Welly Poedjianto menyetorkan uang sesuai dengan BG Bank BCA No.CL.852133 tanggal 24 Maret 2015 senilai Rp 200 juta dan bukti pengiriman uang ke rekening Bank Ekonomi a/n PT Surabaya Country pada tanggal 2 April 2015 senilai Rp 220 juta. Djuniadi Setiawan Harlim selaku direktru PT Alfa Stilindo menyetorkan uang ke rekening Bank Ekonomi No.rek 650054489900 a/n PT Surabaya Country pada tanggal 31 Maret 2015 sebesar Rp 240 juta.
5. Namun anehnya, setoran penambahan saham dari Susastro Soephomo melalaui transfer dari rekening a/n PT Metro Abdibina Sentosa ke rekening Bank Ekonomi a/n PT. Surabaya Country sebesar Rp 300 juta, pada tanggal 29 April 2015, dan tambahan setoran saham dari Safii melalui transfer dari rekening a/n Sugiyarti ke rekening Bank Ekonomi a/n PT Surabaya Country sebesar Rp 210 juta pada tanggal 28 April 2015, ternyata tidak tercatat dalam RUPS tersebut. (Han)
beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *