Sebanyak 74 personel dari 38 Satuan Kerja (Satker) yang berada di bawah Mabes TNI mengikuti Sosialisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) TNI yang diselenggarakan oleh Pusat Penerangan (Puspen) TNI sebagai Pelaksana Utama PPID di lingkup Mabes TNI. Sosialisasi PPID di lingkup Mabes TNI dibuka secara langsung oleh Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman di Aula Balai Wartawan Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Selasa (21/6/2016).
Dalam sambutannya Kapuspen TNI mengatakan bahwa sosialisasi PPID di Mabes TNI bertujuan untuk lebih mengefektifkan peran PPID di Mabes TNI. Melalui sosialisasi PPID ini, diharapkan para peserta dapat menindaklanjuti berbagai hal terkait PPID di satuannya untuk diinformasikan ke Puspen TNI selaku pelaksana utama PPID Mabes TNI. “Dengan adanya sinergitas dan sinkronisasi antara Puspen TNI dan Balakpus serta Satker lainnya, maka upaya pelayanan dan pengelolaan informasi publik sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Kapuspen TNI.
Lebih lanjut Kapuspen TNI mengatakan bahwa, setiap badan publik yang dananya berasal dari APBN, APBD maupun dari masyarakat, wajib memberikan informasi yang dikuasai kepada masyarakat, karena mendapatkan informasi adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang. Mabes TNI sesuai dengan Kep/611/VII/2011 dan Kep/496/VII/2012 membentuk PPID Mabes TNI. Dengan membuka akses informasi kepada publik diharapkan badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya sehingga dapat mempercepat terciptanya pemerintahan yang baik (good governance). “PPID merupakan akses bagi badan publik untuk melaksanakan pelayanan ataupun pengelolaan informasi publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008,” kata Mayjen TNI Tatang Sulaiman.
Sosialisasi PPID TNI menghadirkan narasumber dari Komisioner Komisi Informasi Pusat Ibu Henny S. Widyastuti dan Bapak Masdar tentang aplikasi internal. Komisioner Komisi Informasi Ibu Henny S. Widyastuti mengatakan bahwa, semua badan publik yang dananya berasal dari APBN, maka harus tunduk dengan Undang-Undang KIP. “Yang namanya badan publik baik itu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dan lembaga lainnya diluar lembaga negara jika mendapat pendanaan APBN atau APBD maupun dari masyarakat maka wajib tunduk dengan undang undang KIP,” ujar Henny.
Lebih lanjut Henny mengatakan bahwa Undang-Undang KIP lahir di era reformasi untuk memenuhi aspirasi publik. Komisioner Komisi Informasi Pusat ini juga mengajak kepada para peserta untuk tidak takut terhadap adanya Undang-Undang KIP karena Undang-Undang KIP justru menjamin setiap badan publik dalam hal informasi baik yang dapat diakses oleh publik atau yang dikecualikan.
“Para pejabat pelaksana PPID jangan merasa risih dengan Undang Undang KIP karena Undang-Undang ini menjamin akan keterbukaan informasi. Undang-Undang KIP tidak akan membuka seluruhnya karena Undang-Undang KIP itu jelas mengatur mana yang boleh dibuka dan mana yang tidak boleh dibuka untuk publik,” tutur Henny.
Dengan adanya Undang-Undang KIP maka seharusnya sebagai badan publik wajib memenuhi pemohonan informasi dari publik dan apabila tidak dapat memberikan maka akan ada sanki yaitu pidana satu tahun kurungan dan atau denda sebesar Rp. 5.000.000;- untuk satu informasi yang tidak diberikan. Namun jika ada informasi yang seharusnya ditutup dan ternyata dibuka maka dengan sengaja atau tidak sengaja akan disanksi dengan dua kali lebih besar dari pada tidak memberikan informasi.