JAKARTA, Beritalima.com– Ketua bidang Ekonomi dan Keuangan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr Hj Anis Nyarwati mengatakan, jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sekitar 64 juta unit.
Namun, sebagian besar UMKM tersebut, kata politisi senior ini saat Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pekan ini, memiliki masalah dengan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
“Sebenarnya, banyak sekali program yang bisa diakses UMKM. Hanya saja karen keterbatasan kapasitas SDM mayoritas pelaku UMKM terutama yang ultra mikro, program-program tersebut sulit mereka akses,” kata Anis.
Kemudian data juga menunjukkan bahwa ketika diproses secara digital, UMKM yang masuk proses digital hingga Juni 2020 hanya tercatat 9,6 juta unit. Menurut data yang dipaparkan Anis, masalah lain yang dihadapi UMKM terkait dengan kesulitan akses bantuan restrukturisasi kredit. “Banyak UMKM yang unbankable. Mereka tidak bisa mengakses perbankan,” kata dia.
Karena itu, Anis menyarankan agar program-program bantuan restrukturisasi, juga dikucurkan melalui BPR, BPRS, BMT atau Koperasi sehingga pengusaha ultra mikro, terutama ibu-ibu rumah tangga bisa mengakses dengan lebih mudah. “Karena banyak sekali yang membutuhkan permodalan untuk UMKM ini,” kata Anis.
Dalam Raker itu, Anis juga memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan BI kepada UMKM melalui program Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Dalam kesempatan itu, Doktor Ekonomi Islam ini mengungkapkan, banyak literatur yang menunjukkan kunci sukses implementasi kebijakan moneter yang efektif, sangat tergantung dari expektasi pelaku ekonomi.
Tentang apa yang pelaku ekonomi percayai akan terjadi di masa mendatang dan kepercayaan pelaku ekonomi terhadap Bank Sentral. Dengan kata lain, kredibitas Bank Sentral menjadi sangat penting dalam menentukan apakah Bank Sentral dapat menerapkan satu kebijakan moneter secara efektif.
“Apalagi disaat kondisi ekonomi tidak pasti seperti sekarang ini. Kredibilitas menjadi semakin penting, karena berkaitan dengan kepercayaan pelaku pasar terhadap kemampuan Bank Sentral dalam mengendalikan kebijakan moneter,” ungkap dia.
Anis menyarankan agar Bank Indonesia memiliki parameter untuk menilai persoalan kredibilitas ini, sehingga kebijakan moneter yang dilakukan betul-betul bisa meyakinkan masyarakat bahwa kondisi saat ini bisa diatasi. (akhir)