Rapuh Pasti Remuk, Anis: Yang Bertahan Sampai Akhir Perang Jadi Pemenang

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Saat ini Indonesia dikatakan sudah memasuki babak baru, yakni era ‘perang berlarut’ akibat krisis yang dipicu pandemi virus Corona (Covid-19). Lazimnya dalam kaidah perang, individu, masyarakat, korporasi dan negara yang bisa bertahan (suvive)  sampai akhir menjadi pemenang.

 

“Jadi yang menang bukan siapa yang membunuh lebih banyak. Yang menang siapa yang bisa bertahan hidup sampai akhir dari perang itu,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Selas (13/7) siang.

Masalah ini, kata politisi senior tersebut, harus kita persepsikan sebagai suatu persoalan, apakah kita mampu survive sebagai individu, korporasi, masyarakat dan juga sebagai negara.

Itu dikatakan Anis saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Marah dan Frustrasi: Mengupas Emosi Publik di Tengah Pandemi’ yang disiarkan live di streaming Gelora TV dan Transvision CH.333, akhir pekan lalu.

Menurut Anis, pengetahuan kita tentang masalah pandemi Covid-19  terlalu sedikit. Sementara, terlalu banyak kejutan yang terjadi setiap waktu, setelah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.

 

“Tidak ada yang bisa meramalkan berapa lama lagi kira-kira masalah ini akan berlangsung, masih akan ada berapa gelombang lagi dari Covid-19 ini, atau ada varian apa lagi yang akan muncul sesudah ini,” jelas dia.

Wakil Ketua Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) DPR RI 2009-2014 itu mengatakan, ada kaidah yang pas dengan kondisi saat ini, yakni  ‘yang rapuh pasti remuk’ dalam ‘perang berlarut’ itu.

 

“Jadi, individu yang rapuh pasti remuk di tengah pandemi, korporasi yang rapuh juga akan remuk di tengah krisis ekonomi, serta pemerintah atau negara yang rapuh juga akan remuk dengan krisis dan pandemi ini,” kata pria kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 itu.

 

Hal senada disampaikan pengusaha dan relawan Kemenkes, dr Tirta Mandira Hudhi. Tirta mengatakan, Indonesia saat ini memang tengah memasuki tahapan krisis.

Hal itu dapat dilihat dari langkah pemerintah meminta bantuan oksigen dari negara lain dalam penanganan pasien Covid-19.

Padahal Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan oksigen dan menjadi para-paru dunia karena memiliki hutan yang luas.

“Kasus Covid-19 Indonesia tengah disorot dunia, tingginya kasus dan kematian. Kita minta bantuan oksigen dari luar negeri. Kita nggak mungkin terima bantuan, kalau kita nggak krisis,” kata dia.

Tirta berharap agar dampak krisis pandemi Covid-19 tidak bertambah buruk, pemerintah sebaiknya melibatkan epidemiologi untuk penanganan pandemi ini.

Sebab, virus Covid-19 ini diprediiksi 5-10 tahun lagii, bahkan berabad-abad tidak akan hilang sepertii Flu Spanyol (Influenza).

 

“Pemerintah harus percayakan sama ahlinya, ahli epidemiologi yang memang dia sudah paham di situ. Dan, larang pejabat ngomong soal Covid-19 agar tidak blunder, biar tenaga kesehatan yang bicara, karena lebih mengerti,” ujar Tirta.

Diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Marah dan Frustasi: Mengupas Emosi Publik di Tengah Pandemi’ ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni menghadirkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun,  dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait