JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan Hidup, drh Slamet mempertanyakan soal izin impor komoditas hortikultura.
Soalnya, pengaturan impor komoditas hortikultura melalui sistem kuota sedangkan perizinan berusaha lebih melihat ke sisi bisnis yang tidak lagi menjadikan kuota sebagai alat pembatas impor yang utama.
“Jika melihat data nilai impor produk hortikulutra khususnya buah dan sayuran (trademap.com), China adalah negara terbesar yang menyuplai kedua produk itu,” ujar Slamet kepada awak media di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementrian Pertanian khususnya Ditjen Hortikultura pekan ini.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI melihat kondisi ini menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap produk hortikultura asal China. “Pertanyaannya bagaimana cara mengurangi ketergantungan itu, terutama buah yang melonjak signifikan di era Presiden Jokowi ini,” tegas wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat ini.
Karena itu, sambung Slamet, pihaknya berharap ada komitmen Pemerintah meningkatkan produksi. Selain itu juga harus ada upaya pengendalian import hortikultura.
Slamet mengatakan, di era UU Cipta Kerja (Ciptaker) pembatasan impor sudah hampir tidak relevan lagi sehingga beberapa ahli mengatakan, membangun strategi perdagangan adalah jawaban dari dihilangkannya pembatasan impor, yaitu melalui penyusunan posisi ofensif dan defensif yang dapat menjadi referensi dalam pengambilan kebijakan perdagangan internasional.
“Posisi yang cenderung defensif semisal substitusi impor dianggap menunjukkan orientasi masih pada inward looking/kepentingan sesaat,” paparnya.
Strategi promosi ekspor, lanjut Slamet, semakin diperlukan dengan fondasi daya saing, dibangun dengan investasi yang membawa manfaat baik sisi suplai maupun demand. (akhir)