Rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Al Ittihadiyah

  • Whatsapp

BOGOR, beritalima.com – Tim Perumus yang terdiri dari Ismatul Hakim sebagai Ketua, Nuruzzaman sebagai Anggota, Muhammad Basalamah (Anggota), Abbas Thaha (Anggota), Hartini Salama (Anggota), R Muhammad Mulyadin (Anggota), dan Moh Ahbab Hasbi Ashidiqi sebagai Anggota, yang mencermati perkembangan dinamika keagamaan, pendidikan, politik dan kemasyarakatan pada umumnya. Dewan Pimpinan Pusat Al Ittihadiyah, setelah melakukan pengkajian dan pembahasan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas)0, yang berlangsung di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat, 26 – 27 Januari 2018, menyampaikan beberapa pernyataan sikap dan rekomendasi.

Pernyataan sikap dan rekomendasi itu dibacakan langsung Ketua Umum Al – Ittihadiyah Dr. Ir. H. Lukmanul Hakim, M.Si dihadapan Walikota Bogor Aria Bima dan peserta Mukernas. Pernyataan sikap dan rekomendasi itu, diantaranya adalah :

Pertama, peran agama harus lebih dikedepankan dalam sistem pendidikan nasional :
a. Pemerintah perlu melakukan kebijakan afirmatif dengan segera membuat UU tentang  Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan sebagaimana termuat dalam Ketetapan DPR RI Nomor 7/DPR-RI/II/2016 -2017 tentang Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017 nomor urut 43. Regulasi tersebut perlu mengatur peningkatan mutu pesantren  dan lembaga pendidikan agama agar dapat berperan lebih aktif dalam menangkal ekstremisme dan radikalisme. 
b. Perlunya dilakukan revisi dan revitalisasi UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memungkinkan upaya peningkatan mutu guru tidak dihambat oleh UU Otonomi Daerah. 
c. Pemerintah perlu menindaklanjuti Perpres No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kebijakan operasional dan anggaran di sekolah dan madrasah tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta. 
d. Pemerintah perlu memperkuat materi pendidikan keahlian/kejuruan (vocational) pada setiap jenjang pendidikan mulai dari SD/Ibtidaiyah, SMP/tsanawiah, SMA/Aliyah dan Universitas/Akademi/Politeknik sehingga setaip lulusannya memiliki potensi keahlian dan bakat pada setiap anak siswa/mahasiswa sehingga menjadi tenaga siap pakai (tidak lagi sekedar siap tahu) di bidangnya sesuai dengan daya inovasi dan daya kreasinya untuk bisa membangun usaha dan menciptakan lapangan kerja. 

Kedua, penolakan terhadap pengajuan revisi RUU Penodaan dan Penistaan Agama (PNPS). 
Jika Penetapan Presiden No.1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No 5/1969 itu jadi diubah, maka akan sangat berpotensi memicu konflik yang lebih besar bagi kehidupan beragama di Indonesia karena merasa kemurnian ajaran agamanya terganggu. Akibat selanjutnya adalah bisa muncul tindakan anarkis sebagai reaksi dari umat beragama yang protes jika agamanya diganggu. Oleh karena itu, DPP Al Ittihadiyah tetap konsisten untuk: 
a. Menolak dicabutnya UU PNPS tahun 1965 yang akan dilakuan oleh Presdien RI 
b. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan YME, Agama merupakan hak dasar manusia. Karena itu harus dilindungi oleh negara Karena itu diperlukan perangkat hukum untuk mengaturnya. 
c. Pemerintah harus melaksanakan dan konsisten menjalankan UU PNPS 1965 dengan tegas. 
d. Mengajak umat beragama dan seluruh masyarakat bersatu menolak dicabutnya UU PNPS 1965 karena akan menimbulkan konflik sosial dan agama 

Ketiga, menolak aliran kepercayaan disejajarkan dengan agama dan masuk ke dalam kolom identitas dalam KTP.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aliran kepercayaan agar masuk dalam kolom agama di KTP sebagai identitas adalah hal yang menyalahi kesepakatan. Negara ini diatur melalui kesepakatan, kita sepakat untuk membentuk NKRI, munculnya Pancasila dan UUD 1945 serta berbagai kesepakatan lain seperti solusi-solusi kebangsaan. 

Keempat, fenomena LGBT harus ditolak karena merupakan penyimpangan kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang hak. 
Masyarakat Indonesia menganggap bahwa LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) adalah kaum yang menyimpang dan kaum berdosa yang tidak termaafkan,  karena perbuatan ini selain merusak norma kehidupan juga melanggar aturan norma atau nilai-nilai agama, budaya dan UU dan bertentangan dengan falsafah Pancasila yang selama ini masih tidak diperbolehkan di Indonesia 

Oleh karena itu, diharapkan dengan terbitnya RUU RKUHAP tahun 2018 terkait LGBT, bisa memberikan kekuatan hukum bagi kegiatan LGBT di Indonesia agar dilarang, tidak berkembang dan tidak lagi ada di Indonesia. Negara atau pemerintah berhak melarang dan menindak secara hukum kegiatan LGBT di Indonesia ini dalam membina para korban untuk dikembalikan lagi kepada fitrahnya sebagai manusia biasa dengan sentuhan kasih sayang dan kemanusiaan. 

Kelima, perlu adanya perbaikan dalam proses rekrutmen dan kaderisasi kepemimpinan nasional 
Indonesia sejak menyatakan diri merdeka 72 tahun yang lalu, dan telah dipimpin oleh 9 ( sembilan ) orang Presiden masih sangat jauh dari cita-cita founding Father yaitu bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera rohani dan jasmani, yang seluruh masyarakatnya hidup dalam tatanan dan aturan keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa yang bebas dari bentuk penjajahan, kebodohan dan kemiskinan , atau dalam bahasa islami “  baldatun thoyibatun wa robbun ghofur”. 

Oleh karena itu, disarankan kepada para Pimpinan Partai Politik dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan bekerja secara bersama dan sinergis untuk merumuskan kembali sistem kepemimpinan nasional yang dapat melahirkan negarawan-negarawan yang handal, yang benar, adil, jujur dan tidak mementingkan diri sendiri dengan menghalalkan segala cara dalam dalam bekerja untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, sebagai bentuk ibadahnya kepada Allah SWT, tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, kepentingan keluarga dan kelompok/partai politik sendiri.  Dan menyaring dan menampilkan kader-kader pemimpin yang handal dan unggul tidak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam bekerja. 

Keenam, perlu segera dilaksanakan reforma agraria yaitu kembali kepada UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 dan Tap MPR No. 9 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaaan Pembaruan Agraria Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. 

Dalam rangka pemerataan ekonomidan menegakan Keadilan untuk seluruh sakyat Indonensia, Al Ittihadiyah melihat persoalan ketimpangan telah menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan nasional. Kekayaan dimonopoli segelintir orang yang menguasai lahan, jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan, dan obligasi pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah dan semua pihak (Ormas, Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian) secara bersama perlu mengawal agenda pembaruan agraria, tidak terbatas pada program sertifikasi tanah, tetapi redistribusi tanah untuk rakyat dan lahan untuk petani. Agenda pembaruan agraria selama ini tidak berjalan baik karena Pemerintah tidak punya komitmen kuat menjadikan tanah sebagai hak dasar warga negara. Pemerintah perlu segera melaksanakan program pembaruan agraria meliputi:a. Pembatasan penguasaan tanah/hutan;b. Pembatasan kepemilikan tanah/hutan;c. Pembatasan masa pengelolaan tanah/lahan;d. Redistribusi tanah/hutan dan lahan terlantar;e. Pemanfaatan tanah/hutan dan lahan terlantar untuk kemakmuran rakyat; 

Target reforma agraria baik redistribusi aset ataupun pemberian akses terhadap Sumberdaya Alam (Hutan) dan lahan harus benar benar sampai kepada masyarakat lokal atau masyarakat yang benar-benar membutuhkannya.  Dan karena masmyarakat tidak memiliki modal berupa biaya, maka sebaiknya diberikan bantuan berupa subsidi dalam proses fasilitasi untuk mendapatkan hak-haknya sehingga benaribenar dapat meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan kesejahteraannya. 

Dan ketujuh, perlu dilakukan penguatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dan penataan dunia riset sebagai pemandu dalam pembuatan kebijakan pembangunan nasional 
a. Dalam memajukan iptek dan dunia riset nasional, perlu dilakukan reformasi kelembagaan riset dan program penelitian IPTEK Nasional yang dapat memmberikan ruang gerak yang luas dan leluasa bagi kerja para ilmuwan dan peneliti Indonesia yang langsung melekat pada lembaga Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan Propinsi dan Kepemimpinan di Tingkat Kabupaten/Kota yang dapat menjembatani antara kelembagaan negara dengan pengguna hasil riset baik dunia usaha, kelompok profesi, dan kelompok masyarakat.  
b. Peneliti harus dikeluarkan dari kurung birokrasi yang kaku dan statis, bahkan birokrasi relatif lambat dalam mengantisipasi perubahan, sementara peneliti adalah aktor dalam perubahan, sehingga kalau peneliti dikurung dibirokrasi, bisa seperti tikus mati di lumbung padi. 

Lebih lanjut Al – Ittihadiyah yang telah menempatkan kepengurusannya di Kota Bogor, Walikota Bogor Aria Bima  akan memback up dan memperhatikan kepengurusannya. Hanya saja yang dia tidak inginkan sebelumnya adalah organisasi yang tidak jelas dan abal – abal, yang dalam kepengurusannya cuma ada dua orang mendapat dana bantuan hingga Rp1 miliar. Hal itu akibat oknum keterlibatan orang di dalam yang meloloskan bantuan. Sedangkan organisasi yang kepengurusannya jelas tidak mendapat bantuan. dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *