JAKARTA, Beritalima.com– Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berhasil mempertemukan penggerak relawan media sosial Joko Widodo (Jokowi) yang menamakan diri Jasmev, Dyah Kartika Rini dan penggerak Relawan Ganti Presiden (RGP) pada Pemilihan Presiden 2019, Ari Saptono di Studio Gelora Media Centre, Selasa lalu.
Selama ini keduanya selalu berseberangan, karena perbedaan pilihan politik 2019, mendukung calon presiden masing-masing. Mereka saling bertempur satu dengan lainnya agar kandidat yang didukung menang.
“Namanya relawan terus tempur dari dulu, sekarang mereka bertemu di Studio Gelora. Yang satunya sudah menjadi Ketua Bidang Komunikasi di Partai Gelora (Ari Saptono), saya khawatir mbak DeeDee (Dyah Kartika Rini-Red) juga bakal gabung nanti,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gelora Indonesia dalam keterangannya, Minggu (27/6).
Dyah dan Ari dipertemukan dalam forum diskusi Gelora Talk4 dengan tema ‘Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai’ di Gelora Media Centre, Selasa lalu.
Diskusi sempat tertunda sepekan, karena Dyah dipanggil mendadak Presiden Jokowi ke Istana Negara menjelang acara digelar. “Saya sudah mengenal nama beliau (DeeDee) 10 tahun yang lalu. Namun, baru kali ini saya bertemu beliau. Seingat saya, dulu tidak berjilbab, sekarang sudah berjilbab. Ini menujukkan setiap orang bisa berubah,” kata Ari.
Menurut Anis, orang yang kemarin bertentangan dengan kita, mungkin suatu waktu akan menjadi kawan, bukan musuh lagi. “Dari cara seperti ini, kita belajar. Dan, mereka yang terus belajar akan menjadi bangsa pembelajar dan lebih gampang membuat kita bersatu, bukan merusak,” tegas Anis.
Sekjen Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik menambahkan, sebenarnya yang harus disatukan bukan relawan Jasmev dengan RGP saja, juga pimpinan ‘Cebong’ dan ‘Kampret’, karena residu pembelahan politiknya masih ada dan mulai menunjukkan ekskalasi peningkatan jelang Pemilu 2024.
“Kandidatnya sudah bersatu, relawannya juga sudah. Yang dibawah tidak serta merta ikut, masih ada Cebong Kampret. Kita mau satukan, cuma kita tidak tahu siapa pimpinan Cebong dan Kampret-nya,” kata Mahfuz.
Dyah mengatakan, kondisi pembelahan politik saat ini menjadi warning bagi partai politik. Sebab, kelompok-kelompok di masyarakat saat ini telah menciptakan kekuatan politik tersendiri sebagai elemen oposisi non partai.
Mereka bisa memaksakan idenya untuk didengar pengambil keputusan di negeri ini. “Ini harus menjadi pemikiran bersama tentang persoalan ini,. Ini menjadi warning, ya lampu kuning bagi partai politik,” kata Dyah.
Ari mengakui, ada pergeseran peran partai politik yang bisa dilihat dari mulai maraknya calon independen dalam Pilkada Serentak lalu. “Lebih 50 persen calon independen menang Pilkada. Masyarakat sudah apatis dan jenuh dengan partai politik, lalu memilih calon alternatif yang relatif masih murni,” kata Ari.
Ari berharap pembelahan di masyarakat harus segera diakhiri dan tidak bisa dibiarkan terus, karena kesadaran politik masyarakat semakin meningkat. “Kita perlu membuat forum semacam ini, kita sampaikan meskipun pelik. Harus bisa dipahami masyarakat, tidak boleh pecah belah seperti ini lagi,” demikian Ari Saptono. (akhir)