MALANG, beritalima.com | Jalan setapak yang berlokasi di Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, diklaim Danramil Ngantang, Kapten Arm Heru Susanto, berada di zona mesin waktu (jumat,21/8/2020).
Klaim tersebut mengacu beberapa titik sepanjang jalan yang diketahui tercecer benda-benda purbakala, dan disebut zona mesin waktu, lantaran ada beberapa tempat yang menyimpan peradaban masa lalu.
Hal itu diketahuinya, usai Koramil Ngantang bersama Pemdes dan Linmas Tulungrejo melakukan UMJT (ukur manual jarak tempuh), dan UMTJ ini tidak lepas dari rencana TMMD tahun 2021 yang akan diadakan di desa tersebut. Pengukuran itu dilakukan dari titik ukur 0 kilometer di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang hingga titik akhir ukur di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon.
Pembangunan jalan mendatang bakal menjadi sesuatu yang unik dan menarik, bahkan mungkin untuk pertama kalinya se-Kabupaten Malang atau ada kemungkinan se-Jawa Timur. Asumsi itu mengacu bukan hanya perubahan fisik jalan dan fungsi moda transportasi darat, tetapi bisa menjadi “heritage” dan jalur budaya.
“Ada beberapa titik arkeologi sepanjang jalan setapak yang rencananya akan dibangun. Ini menarik, belum pernah saya melihat yang seperti ini, benda purbakala tercecer di sepanjang jalan”, kata Kapten Arm Heru Santoso.
Ia meyakini, akan muncul domino effect, usai jalan tersebut dibangun, lantaran ada sisi lain yang tidak terduga namun faktanya ada, yaitu benda-benda yang berasal dari peradaban masa lampau.
Menurut keterangan Kasun Ganten, Ikhsan, terhitung ada 9 titik arkeologi, 6 titik real (terlihat) dan 3 titik semu (masih berstatus diduga). Selain arkeologi, ada zona misteri di titik ukur 2,1 kilometer, yang menjadi jujugan pelaku spiritual.
Disebut titik real yaitu Candi Ganter, bebatuan peralatan rumah tangga jaman dulu dan patok tahun beraksara kuadrat Jawa (sebelum memasuki titik ukur), serta arca Resi perwujudan Dewa Brahma, bebatuan kuno di titik ukur 0,6 kilometer dan situs Watugilang.
Sedangkan disebut titik semu yaitu diduga ada pelataran di sekitar arca Resi, bangunan kuno di titik ukur 1,9 kilometer dan puthok di sekitar Watugilang.
Arca Resi dipastikan dibuat pada masa Kerajaan Singosari, dan patok beraksara kuadrat Jawa (disimpan di punden Gagar) dibuat pada masa awal Kerajaan Majapahit.
Sedangkan Candi Ganter, statusnya masih kabur, karena tidak adanya rujukan yang mengarah pada masa kerajaan apa dan tahun kapan dibuat. Demikian juga situs Watugilang, tidak ada kejelasan yang pasti menurut kacamata sejarah, baik fungsi maupun kapan dibuatnya.
Benda purbakala lainnya, berupa bebatuan peralatan rumah tangga kuno (sebelum titik ukur) dan bebatuan kuno di titik ukur 0,6 kilometer bernasib serupa, yaitu tidak ada kejelasan riwayatnya.
Sedangkan diduga ada pelataran di sekitar arca Resi, puthok di sekitar Watugilang dan diduga ada bangunan kuno di titik ukur 1,9 kilometer, ketiga informasi ini bersumber dari pemerhati budaya.
Dari pengamatan Babinsa Tulungrejo, Serma Nursahid, jalan setapak tersebut selama ini menjadi akses utama petani setempat, khususnya di sektor perkebunan. Jenis tanaman yang dibudidayakan petani diantaranya pisang, kopi, mbote dan ketela.
Sementara itu, menurut Suwondo, pelaku spiritual, pembangunan jalan itu akan menjadi terobosan baru di bidang kebudayaan, karena akan dampak tidak terduga dari keberadaan benda-benda purbakala di sepanjang jalan. Selain itu, desa tersebut diyakini terlewati jalur purba, walaupun hingga saat ini belum diketahui pasti dimana letaknya.
“Ini terobosan, bukan dari satu sisi saja, tapi ada sisi lainnya, sisi budaya. Kalau ini bisa deal, bisa dibangun, dampaknya bisa ke budaya, ini budaya berasal dari leluhur kita, bagian identitas kita, bisa jadi warisan kita ke anak cucu kita”, katanya. (dodik)