YOGYAKARTA, beritalima.com | DIY perlu percepatan pembangunan yang tepat tuju, tepat mutu, tepat harga dan tepat waktu, selain menghadapi tantangan yang berubah dengan cepat.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan hal tersebut ketika menjadi keynote speech sosialisasi reorientasi tugas dan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam percepatan pembangunan di DIY.
Sosialisasi di Gedhong Pracimosono, Komplek Kepatihan Yogyakarta pada Kamis (19/9/2019) ini menghadirkan narasumber Asisten Bidang Pemerintahan dan Umum Setda DIY, Drs Tavip Agus Rayanto.MSi, dan Direktur Kajian Persaingan KPPU, Taufiq Ahmad.
Acara ini juga dihadiri Wakil Ketua KPPU RI Ukay Karyadi, Kepala Kanwil IV KPPU Dendy R. Sutrisno, Sekda DIY, para Asisten Setda DIY, Kepala OPD dan utusan Kabupaten/Kota se-DIY.
Sri Sultan mengatakan, KPPU harus benar-benar bisa membawakan visinya, mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat dalam mendorong ekonomi nasional yang efisien dan berkeadilan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sri Sultan juga menegaskan, langkah reorientasi untuk berubah harus didukung oleh ‘reposisioning’, sehingga tujuan perubahan jadi efisien, efektif, tidak kontraproduktif, terarah dan berada on the right track.
Titik-pijak dari keseluruhan proses perubahan itu reorientasi pola pikir, yang menjadi titik-landas pelaksanaan strategi reformasi pasangannya, reposisioning dalam kancah keberadaan lembaga-lembaga adhokrasi lain yang bernama awal komisi.
Menyinggung etika bisnis, menururt Sultan, kesalahan terbesar dalam memahami keberadaan bisnis di Indonesia terletak pada kecenderungan untuk memisahkannya dari sistem kemasyarakatan, di mana etika dan moral menjadi kepatutan yang harus diikuti oleh pelaku bisnis.
Dia menambahkan, penerapan etika dan moral di masyarakat sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang ada.
Bertolak dari perspektif itu, ujar Sultan, kita masih belum kondusif, maka pembicaraan mengenai etika bisnis di Indonesia yang jadi pendorong terjadinya persaingan sehat sesungguhnya tidak terlalu relevan.
“Jangankan masalah etika dan moral, tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru lumrah untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan mencari loop hole atau kelemahan hukum,” ujarnya.
“Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum,” tegasnya.
Mengakhiri materi paparannya, Sri Sultan HB X mengajak para peserta sosialisasi ini menjadikan KPPU lahan pengabdian untuk menyemai semangat perubahan bersama seluruh stakeholders dan terdukung oleh good governance dan good corporate governance.
Sehingga, forum sosialisasi ini punya arti sebagai modal dasar menuju peradaban masa depan yang lebih baik, karena diisi oleh manusia-manusia yang benar-benar memiliki kemuliaan dan kemartabatan. (Ganefo)