Oleh: Saiful Huda Ems
Jangan mudah menyerah, semuanya itu berproses. Dialektika beragama itu sangat penting, dan karena kran-kran keterbukaan pemikiran beragama baru kembali dibuka, yang tidak biasa berdialektika akan merasa gagap, jumpalitan dalam merespon fenomena keterbukaan pemikiran.
Ayat-ayat itu tidak semuanya rigid, kaku, ada ayat-ayat yang lunak dan sangat terbuka untuk ditafsirkan dan diberdebatkan, karena sesungguhnya Tuhan itu sangat demokratis. Dia tau kebenaran sesungguhnya, namun Dia membuka jalan bagi manusia untuk menafsirkan ayat-ayat-Nya, hingga pemikiran keagamaan itu menjadi dinamis, tidak statis.
Firman Tuhan memang tidak boleh dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman, namun pintu ijtihad yang dibuka-Nya membuka peluang bagi terciptanya dinamika penafsiran yang dapat membumikan firman-firman-Nya. Olehnya manusia harusnya lebih open minded, moderat, luas hati dan tidak serampangan menghakimi apalagi meneror mereka yang berpikiran berbeda.
Mengikuti riak-riak gelombang kontroversi pemikiran beragama itu sebenarnya nikmat sekali, bagi saya bagaikan menikmati secangkir kopi hitam pekat plus rokok Marlboro yang membawa pikiran dan perasaan kita terbang ke cakrawala ilmu pengetahuan yang mengesankan. Menjadi terasa memuakkan ketika kita menyikapi perbedaan pemikiran dengan membawa palu godam, lalu menghakimi dengan keras para pelontar gagasan.
Tuhan itu Maha Pemurah bukan Maha Penghukum, siapa yang berniat menebarkan cahaya agama-Nya dengan maksud untuk menciptakan perubahan yang lebih baik bagi dirinya, bagi kehidupan umat manusia lainnya, dan bagi dunia yang diciptakan-Nya, maka pastilah akan Ia bela dan dilindungi-Nya. Hal yang perlu diperhatikan hanyalah pada siapa gagasan itu harus disampaikan, karena kode etik penyampaian gagasan adalah menyampaikannya pada mereka yang sesuai dengan tingkat pengetahuannya.
Tidak tepat jika kita bicara tentang ide-ide Mazhab Frankfurt (Frankfurter Schule) pada anak sekolah TK bukan? Tidak tepat jika kita bicara tentang sosialisme ilmiah, komunisme modern, sosialisme demokratis, fasisme, sosiologi politik dll. pada anak yang baru belajar bicara bukan? Tidak tepat jika kita bicara tentang makna al-Kasb dan al-Iktisab pada mereka yang baru belajar huruf-huruf hijaiyah bukan? Maka landaikan hatimu dan jangan meninggikan hati, sebab Tuhan sendiri menjelaskan ilmu-Nya pada manusia dengan penuh kesabaran dan sesuai dengan tingkatan-tingkatannya.
Kita semua belajar untuk bisa hidup lebih baik, dan bukan untuk gagah-gagahan. Kita semua belajar untuk bisa hidup lebih baik, karenanya tak perlu takut untuk mendapatkan hukuman Tuhan ketika kita berbuat kesalahan yang dilakukan tanpa kesengajaan. Jadi rileks saja beragama, agar ilmu yang Tuhan beri mudah kita cerna. Dalam jiwa yang lentur angin pengetahuan terasa mudah menerpa, tapi pada jiwa yang kaku angin pengetahuan terasa malah mudah meretakkan jiwanya.
Sepertinya surga itu nanti akan banyak diisi oleh hamba-hamba yang lapang jiwanya, yang mudah menyadari kesalahan-kesalahan dirinya lalu bersemangat untuk hidup dengan lebih baik, tetapi neraka itu nanti akan banyak diisi oleh hamba-hamba yang songong, yang selalu merasa dirinya sempurna, lebih beragama dari yang lainnya, dan kerap mencuri nama Tuhan untuk melegitimasi kemunafikannya. Kita berada di posisi yang mana ya?…(SHE).
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat dan penulis.