SURABAYA, beritalima.com | Walikota Surabaya Tri Rismaharini dianugerahi sebagai walikota terbaik sedunia. Tidak dipungkiri bahwa karyanya sungguh luar biasa. Meskipun program yang diimplementasikan sebagian besar sebagai peninggalan Bambang DH, tetap saja Risma dianggap sebagai perempuan yang paling berjasa membawa nama Surabaya di kancah dunia internasional. Bahkan dibawah kepemimpinan Risma, Surabaya banyak memperoleh berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional.
Sebagai manusia biasa. Risma juga memiliki banyak kekurangan, terutama dari sisi emosinya. Oleh beberapa pengamat Risma dianggap sangat arogan.
“Kurang bisa mengontrol emosi. Gak iso kecentok. Merasa paling berkuasa sehingga sering meremehkan orang lain. Kemarahannya membabi buta. Seringkali karena kejadian sepeleh, Risma bisa mencak-mencak dan mengatai orang tanpa ampun. Terlebih jika yang dimarahi itu kepala dinas. Merasa dipermalukan di depan publik, pernah seorang kepala dinas itu sampai pingsan dan masuk RS,” ungkap pakar komunikasi sosial dan politik sebuah universitas ternama.
Beberapa kali pejabat teras dikotak Risma karena tidak mengangkat telepon saat Risma menelponnya, lanjut pengamat tersebut.
“Gak jarang juga Risma memindahkan camat hanya karena kedapatan tidur saat jam dinas. Mestinya, kalau memang staf dan ASN memiliki kesalahan, sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan terhormat. Risma bisa memanggil orang tersebut, diajak bicara, ditanyakan kenapa bisa berbuat ini itu. Sehingga gelar Risma sebagai sosok yang dikagumi banyak orang dengan sendirinya akan melekat pada dirinya,” sambung pengamat tersebut.
Seorang ahli psikologi mengungkapkan, sebenarnya Risma memiliki hati yang baik, disamping murah hati, Risma juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Sayangnya, Risma sering salah langkah. Obsesi dan ambisinya terlalu besar.
“Wajar saja seorang Risma yang banyak dipuja, banyak disanjung, memiliki rasa percaya diri yang sangat besar. Hal tersebut tidak dibarengi dengan realita di lapangan. Risma terlalu menggebu-gebu untuk menciptakan sesuatu, dan sesuatu itu harus benar-benar ada. Sehingga jika di lapangan, ada salah satu pejabat dianggap teledor, tidak mematuhi perintahnya, bisa dipastikan, pejabat tersebut segera masuk kandang. Kecuali, orang-orang yang dianggap Risma memiliki jasa ikut membesarkan namanya,”tukas psikolog tersebut.
Beberapa awak media, termasuk wartawan Jawa Pos, juga pernah “diasingkan” Risma. Alasannya sepele, wartawan tersebut menanyakan hal yang tidak disukai Risma. Bahkan Risma terang-terangan menolak awak media yang menulis kasus Raya Gubeng, juga hal lain yang dianggap Risma mengancam kedudukan dan popularitas Risma. [yul]