PAYAKUMBUH, beritalima.com | belum dimulainya Pilkada serentak. Tapi, black campaign sudah mulai tampak ke permukaan. Dari Jakarta, salah satu serangan kampanye hitam itu dialamatkan kepada bakal calon Gubernur Sumbar, H. Riza Falepi, yang dikemas dalam bentuk mark up proyek pengadaan incenerator RSUD dr. Adnaan WD Payakumbuh.
Adalah Aliansi Pemuda Minang Bersatu (APMB) se Jabodetabek yang mencoba melakukan tackling kepada Riza Falepi. APMB dalam sebuah aksi demonya ke Kejaksaan Agung yang tidak diketahui kapan demonya, mengadukan Riza Falepi telah melakukan dugaan korupsi dalam pengadaan incenerator. Aksi demo APMB itulah yang diangkat sejumlah media online terbitan dari beberapa daerah. Dan sempat viral di medsos.
Walikota Payakumbuh H. Riza Falepi, ketika dihubungi awak media ini, Kamis (12/3), mengaku tak tersinggung dengan pemberitaan dimaksud. Karena, apa yang dilakukan APMB itu sangat kental bernuansa politik. Kita menduga, pasti ada yang menungganginya. ” Kita tunggu saja, satu saat nanti akan kelihatan aktor intelektualnya,” sebut wako. Cara-cara seperti ini, kita balas dengan kerja nyata saja, tambah walikota dua periode ini.
Dalam aksi demo tersebut, Riza dituding telah melakukan mark up harga incinerator melalui APBD Pemko Payakumbuh tahun anggaran 2015-2016, dengan menggandakan dua kali lipat dari harga sebenarnya yakni dari Rp 850.000.000 menjadi Rp 1.800.000.000.
Menurut Riza Falepi, yang juga dibenarkan Kabag Pengendalian Pembangunan dan Pengadaan Barang dan Jasa, Setdako Payakumbuh Maizon Putra, ST, didalam pengadaan barang dan jasa melalui E-Purchassing bahwa harga barang tersebut sudah tercantum didalam sistem katalog elektronik. Dimana pemilihan penyedia yang masuk ke dalam sistem katalok elektronik merupakan kewenangan LKPP.
Dimana pengadaan barang dan jasa pemerintah, dalam hal ini harga dan kualifikasi penyedianya ditentukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Hal ini tertuang dalam Perpres nomor 54 Tahun 2010, sebagaimana diubah menjadi Perpres Nomor 4 Tahun 2015 pasal 110 ayat 1 dan seperti diatur dalam Peraturan Kepala LKPP No. 14 Tahun 2015, tentang E Purchasing , menyebutkan dalam rangka E-Purchasing, sistem katalog elektronik (E-catalogue) sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga barang/jasa.
“Artinya harga barang sudah diinformasikan pada katalog elektronik itu,” kata Riza dan Maizon.
Ayat 2 menyebut Sistem katalog elektronik diselenggarakan oleh lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Pada ayat 2a tertulis Barang dan jasa yang dicantumkan dalam e-katalog ditetapkan oleh kepala LKPP.
“Artinya barang atau jasa yang informasi teknis dan harganya termuat dalam katalog elektronik diselenggerakan dan ditetapkan oleh LKPP, dengan arti lain tidak ada hubungannya dengan kepala daerah, dan itu semua menjadi tanggung jawab PPK,” ungkap Maizon.
Ditambahkan Maizon, dalam Ayat 4 menyebutkan Kementerian, Lembaga, Daerah, dan Institusi wajib melakukan E-purchasing terhadap barang atau jasa yang sudah dimuat dalam sistem e-katalog sesuai dengan kebutuhan.
“Incinerator yang kita butuhkan sudah ada di e-katalog, artinya kita wajib membeli yang sudah ditentukan LKPP itu, dan tidak bisa membeli di luaran, harganyapun tertera disana,” kata Riza.
Pada ayat 5 tertulis E-purchasing dilaksanakan oleh pejabat pengadaan/PPK atau pejabat yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi/Institusi.
Riza Falepi menyayangkan, organisasi Aliansi Pemuda Minang (APM) Bersatu yang diisi oleh barisan anak-anak muda cerdas masih bisa terpapar oleh pengaruh orang-orang yang hendak memecah belah.
“Inilah sayangnya bila APMB dimasuki oleh orang orang yang ingin memecah belah, kita tidak marah, adek-adek kita dari APM Bersatu mungkin saja tidak tahu regulasi seperti ini dan menerima sepihak saja, akhirnya terpicu untuk melakukan aksi demo kemaren,” kata Riza. (*)