MADIUN, beritalima.com- BPJS Kesehatan kembali mengingatkan sejumlah rumah sakit yang menjadi mitranya untuk memperbarui status akreditasi. Sesuai regulasi yang berlaku, akreditasi menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta JKN-KIS memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
“Akreditasi merupakan bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Akreditasi ini tidak hanya melindungi masyarakat, tapi juga melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit itu sendiri,” terang Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief, dalam release BPJS, Kamis 2 Mei 2019.
Menurutnya lagi, akreditasi sebagai persyaratan bagi rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, seharusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS. Namun memperhatikan kesiapan rumah sakit, ketentuan ini kemudian diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3).
“Kita sudah berkali-kali mengingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi. Awal tahun lalu, pemerintah sudah memberi kesempatan kepada rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemerintah juga telah memberikan surat rekomendasi kepada sejumlah rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi agar paling lambat 30 Juni 2019 nanti harus sudah terakreditasi. Kemudian pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes juga sudah mengirimkan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi,” bebernya.
Hingga akhir April 2019, terdapat 2.428 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jumlah ittw terdiri atas 2.202 rumah sakit dan 226 klinik utama.
Budi menjelaskan, dari 720 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan, pada Desember 2018 lalu belum terakreditasi, saat ini jumlahnya menurun menjadi 271 rumah sakit. Ia mengapresiasi langkah manajemen rumah sakit yang telah menempatkan akreditasi sebagai salah satu prioritas utama mereka.
“Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbarui kontraknya setiap tahun. Hakikat dari kontrak adalah semangat mutual benefit. Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang sudah diberikan pemerintah sampai 30 Juni 2019 tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya,” tandasnya.
Di sisi lain, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi semata. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing, sudah tidak beroperasi, atau surat ijin operasionalnya sudah habis masa berlakunya.
Dalam proses ini, juga mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat serta memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah.
Kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bergabung antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten), kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan dan komitmen pelayanan.
Sementara itu, menurut Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Madiun, Joys Karman Niken Palupi, khusus di wilayah kerja Kantor Cabang Madiun, terdapat dua rumah sakit yang harus segera diperbarui status akreditasinya.
“Yaitu RSI Siti Aisyah Kota Madiun dan RSIA Bhakti Persada Kabupaten Magetan,” terang Joys Karman Niken Palupi, saat jumpa pers, Kamis 2 Mei 2019. (Dibyo).
Ket.Foto: JK Niken Palupi (tengah).