TULUNGAGUNG, beritalima.com- Acara Kirab Budaya Gunung Cemenung untuk pertama kalinya digelar dalam sejarah. Arak-arakan Puluhan tumpeng dan pawai busana adat Jawa, menjadi pertanda sejarah baru bangkitnya kebudayaan leluhur dan pariwisata.
Sebelum puncak acara kirab budaya, beberapa hari lalu sudah terlebih diadakan ruwatan masal. Bermaksud, untuk menyingkirkan segala hambatan, membersihkan dan mensucikan wilayah yang menjadi penyangga Gunung Cemenung.
Ada 7 (tujuh) Desa penyangga Gunung Cemenung yakni, Desa Tugu, Karangsari, Tenggur, Jatidowo, Sukorejo Wetan, Tenggong dan Panjerejo. Tetapi, yang tepat berada di kaki gunung Cemenung adalah Desa Sukorejo Wetan dan Tenggong.
Kirab budaya bisa terlaksana berkat gagasan Pinisepuh Paseban XI (Sebelas) yaitu, lembaga pelestari sejarah adat budaya situs Nasional (Nusantara).
Menurut Paseban XI, Sejarahnya Gunung Cemenung, dulunya, merupakan wilayah Kadipaten Sarengat atau Balitar yang akhirnya bekerjasama dengan Wilayah Ngrowo (Tulungagung). Sehingga, menjadi bagian perbatasan kedua Kabupaten dan disaksikan Kadiri.
Rabu, (21/09/2022)
“Kediri, Blitar dan Tulungagung selalu Manunggal Jati, mulai zaman Ramayana dilanjutkan kisah Mahabarata, dilanjut kisah Mojopahit,” Ucap Paseban XI
Menambahkan, atas berkah Tuhan YME dan Maha Bijaksana, akan diserahkan kepada perwakilan yang ditunjuk sebagai penerima naskah sejarah yang mengulas titik balik, mulai dari Cemenung hingga Cemenang.
“Tapak petilasan eyang Sugriwo dan Eyang Subali, yang tapak sucinya masih utuh sampai sekarang di atas Gunung Agung Cemenung,” ujarnya.
Paseban XI menerangkan, Cemenung, Manekung Manunggale jati. Henang, hening, henung. Hening adalah sudah tuntas semua hajat, dan nanti buku sejarah yang ke-2 ditulis dengan judul ” terbitnya Surya Majapahit “.
Ini akan menjadi sejarah bangkitnya kembali budaya leluhur, membangkitkan kembali kemuliaan dan kehebatan dimasa Majapahit di hari Rabu Wekasan.
“Majapahit menjadi tolok ukur, agar kita mengingat kembali sejarah dahulu tidak hilang. Kita jaga dan melestarikan alam ini. Jangan sampai dijarah, merusak apa yang sudah dijaga oleh eyang Hanoman Sugriwo dan Subali,” tutupnya.
Sementara itu, Camat Rejotangan Didi Jarot menyampaikan terimakasih atas diselenggarakannya Kirab Budaya Gunung Cemenung.
“Kirab Agung Cemenung dilakukan secara bersama-sama dan teratur. Dalam perspektif budaya terdapat banyak unsur, Contoh, menyampaikan literasi dan sejarah, karena unsur budaya juga pengetahuan,” kata Jarot.
Menurutnya, ketika berhimpun, dan berkumpul berada di satu tempat, berarti menunjukkan melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan.
“Bicara soal unsur budaya berkaitan juga dengan seni, seperti hadirnya Reog Kendang, ini budaya kita dan sudah terdaftar asli milik Tulungagung. Maka, acara Kirab Agung ini, merupakan tambahan Qhasanah budaya yang dimiliki Tulungagung,” bebernya.
Lanjut Jarot, adanya kegiatan budaya ini, bisa menjadi tradisi yang nantinya secara turun-menurun dapat dilestarikan dengan baik.
“Terimakasih atas peran serta semua pihak, jaga kerukunan dan keberagaman yang kita miliki adalah bagian dari budaya kita. Mengedepankan nilai-nilai kedamaian, kerukunan, kebersamaan dan membangun kebersamaan menjadi satu,” tutup Jarot mengakhiri sambutan.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tulungagung mengucapkan selamat dan sukses atas terselenggaranya Kirab Agung Gunung Cemenung.
“Kemarin sudah diadakan ruwatan yang artinya, ungkapan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah, nikmat dan anugerahNYA kepada warga sekitar wilayah gunung Cemenung. Tentunya, terhindar dari segala balak dan bencana,” ucap Bambang Ernawan.
Selain itu, patut diberikan apresiasi dan penghargaan atas usaha melestarikan budaya yang Adi Luhung.
“Mudah-mudahan acara ini bisa lestari selamanya dan meningkat, baik dari sisi kwalitas maupun kwantitas,” pungkasnya. (Dst).