Oleh : CEO INDOGETJOB.COM
Era sudah berubah, tuntutan kompetensi SDM pun semakin komplek, dari yang cukup dengan kecerdasan berpikir, bertambah ke tuntutan kecerdasan mental. Keseimbangan kecerdasan berpikir dan mental inilah yang menghasilkan produktifitas, kreatifitas, dan integritas SDM secara maksimal.
Kecerdasan berpikir sangat dipengaruhi oleh kemampuan akademis yang biasa disebut kompetensi hard skills, seperti pemahaman dan penguasaan materi matematika, ekonomi, akutansi, sosiologi, fisika, kimia, dan seterusnya, yang outcome-nya berupa nilai (scoring), sehingga mudah untuk dibandingkan tingkat kecerdasan berpikir antara SDM satu dengan lainnya.
Berbeda dengan kecerdasan mental yang outcome-nya didominasi oleh karakter atau disebut soft skills. Kompetensi soft skills inilah yang berpengaruh besar terhadap kesuksesan SDM dalam menjalani kehidupan.
Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000) memaparkan bahwa ”kesuksesan hidup seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) yang diperoleh lewat pendidikan, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola dari yang didalamnya termasuk karakter dan soft skills”. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Illah Sailah (2007) “…yang membawa dan mempertahankan orang di dalam sebuah kesuksesan 80% soft skills dan 20% hard skills”
Bukankah penjurusan studi SMA sederajat bertujuan untuk kesuksesan siswa kedepannya??
Maka, sudah seharusnya penjurusan studi yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan setingkat SMA sederajat menggunakan soft skills assessment (penilaian kompetensi soft skills), agar siswa lebih produktif dan kreatif dalam menerima maupun mengembangkan keilmuan akademis pada proses belajar di sekolah, sehingga tercipta lulusan yang memiliki integritas untuk kesuksesan kedepan.
Aspek-aspek penilaian soft skills yang dibutuhkan untuk penjurusan studi SMA sederajat diantaranya adalah motivasi, kepeminpinan, inisiatif, adaptasi, perencanaan, koordinasi, ketegasan, perhitungan, kecekatan, komunikasi, hubungan, pengendalian emosi, introspeksi, kepedulian, dll., yang kesemua aspek tersebut dianalisis secara komprehensip dengan keluaran angka (score), dan menghasilkan prosentase perbandingan antara peminatan studi IPA atau IPS.
Keuntungan menggunakan sistem angka (scoring) untuk soft skills assessment adalah Lembaga dapat me-ranking siswa dari nilai terendah sampai tertinggi, memudahkan memilih/memilah dan pengelompokan siswa, serta sekaligus memberikan informasi untuk monitoring maupun feed back bagi pengembangan pendidikan.
Tidak ada lagi IQ tinggi layak masuk jurusan IPA, dan IQ lebih rendah berada di jurusan IPS, karena tinggi rendahnya IQ bukan untuk penjurusan IPA atau IPS, dimana profesi konduktor orkestra handal tidak harus jurusan IPA tetapi memiliki IQ tinggi, begitu juga dengan profesi politikus sukses yang lulusan IPS ber-IQ tinggi.